F ALASAN SOEKARNO TIDAK MAU MEMBUBARKAN PKI!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Rabu, 07 September 2022

ALASAN SOEKARNO TIDAK MAU MEMBUBARKAN PKI!!!

 


Setelah pembantaian yang terjadi pada pemberontakkan PKI Madiun, Pemberontakkan oleh PKI kembali terjadi pada tahun 1965. Pemberontakan tahun 1965 adalah pemberontakkan yang lebih terorganisir daripada pemberontakkan yang terjadi di Madiun. Banyak para militer, tokoh masyarakat, dan ulama yang pernah menjadi korban kebiadabannya. Sebagai balasan, saat pembersihan terhadap orang-orang yang dianggap komunis juga memakan banyak korban jiwa.

Sesudah Letnan Kolonel Untung mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi melalui RRI Jakarta pada 1 Oktober 1965. Para petinggi ABRI dan beberapa tokoh sudah mengendus telah terjadi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Amarah rakyat mulai berkecamuk ketika kemudian diketahui enam orang jenderal telah diculik dan kemudian dibunuh di Lubang Buaya. Oleh pelaku kudeta, gerakan ini diberi nama Gerakan September tiga puluh (Gestapu)/G30S.

Kemarahan massa  mulai mengumandangkan tuntutan agar PKI , penggerak dan dalang Gestapu dibubarkan. Dendam sebagian masyarakat terhadap PKI seperti menemukan momentumnya dengan cara menuntut pembubaran PKI. Dendam terhadap partai pimpinan DN Aidit itu sudah lama tersimpan bahkan ada yang telah menyimpannya didalam hati sejak pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 yang dipimpin oleh Muso.

Kanto- kantor PKI dan organisasi underbownya seperti SOBSI ( buruh),BTI ( tani) dan CGMI ( mahasiswa) mulai diserbu bahkan dibakar oleh massa. Unjuk rasa massa ini tidak hanya di Jakarta saja tetapi juga terjadi hampir di seluruh daerah di negeri ini. Demonstrasi mahasiswa untuk membubarkan PKI juga mendapat dukungan dari pihak tentara. Hal ini diakui oleh Kemal Idris, saat itu pasukan Kostrad yang dia pimpin, bergabung dengan mahasiswa.”

Mahasiswa lalu mengepung Istana Kepresidenan dan menyuarakan Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat. Salah satunya dengan menuntut pembubaran PKI. Pada saat itu, para tentara beranggapan bahwa PKI-lah yang menjadi dalang di balik G30S. Walaupun tuntutan pembubaran PKI telah dikumandangkan dan korban di pihak PKI juga mulai berjatuhan. Bung Karno sebagai Presiden RI dan juga Pemimpin Besar Revolusi belum juga bersedia bertindak untuk membubarkan PKI. Karena Bung Karno belum menyahuti tuntutan rakyat untuk membubarkan PKI, maka tuntutan massa aksi unjuk rasa tidak hanya lagi tentang pembubaran PKI, tetapi sudah mengarah kepada tuntutan agar Sukarno turun dari jabatannya sebagai Presiden RI.

Secara politis sesudah Oktober 1965, posisi Sukarno sebenarnya masih cukup kuat. Wibawanya sebagai Presiden dan sebagai Pemimipin Besar Revolusi, masih diakui oleh rakyat. Pada masa itu kekuatan militer juga belum sepenuhnya berada pada kontrol Suharto. Masih banyak satuan satuan militer yang masih menjadi loyalis Sukarno. Tetapi lama kelamaan wibawa Bung Karno mulai memudar, hal ini disebabkan karena Sukarno tidak mau membubarkan PKI.

Selama periode 1965-1967, para jenderalnya yang dulu sangat patuh pada Soekarno, kini tak mau lagi mendengar ucapan atau perintahnya. Bahkan Sukarno pernah menerima pamflet yang menuduhnya sebagai dalang utama G30S. Padahal dengan kewenangan dan wibawa yang dimilikinya, sesungguhnya Sukarno dapat membubarkan PKI, tetapi hal itu tidak dilakukannya. Jika saja Sukarno mau membubarkan PKI pada akhir tahun 1965, kemungkinan besar Pemimpin Besar Revolusi itu tidak akan menjadi sasaran para pengunjuk rasa.

Puncak jatuhnya pemerintahan Presiden Sokearno terjadi setelah keluarnya Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar. Lewat Supersemar, Suharto lalu mengambil alih kekuasaan. Tidak hanya itu, Suharto juga membubarkan PKI dan menangkap 15 menteri Sukarno yang dituduh terlibat G30S/PKI. Sukarno bukannya tak melawan, Sukarno sempat berpidato. Namun pidato Sukarno yang dulunya selalu dielu-elukan, seolah tidak ada artinya karena situasi politik sudah dikuasi oleh Suharto. Walau demikian, hingga detik-detik terakhir masa pemerintahannya, Soekarno tetapi bersikeras tidak mau membubarkan PKI.

Alasan mengapa Presiden Sukarno tidak mau membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) akhirnya terungkap. Alasan utamanya adalah konsep politik Nasakom yang Sukarno gaungkan pada dunia. Sukarno tidak mau membubarkan PKI karena sejak awal, Sukarno melihat bahwa komunis adalah sebuah kekuatan yang diperlukan untuk menggerakkan dan memelihara Revolusi Indonesia. Pandangan yang demikian sudah lama dianut oleh Sukarno.

Didalam Buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, ditemukan artikel yang ditulis Sukarno pada tahun 1926. Pada artikel yang bertajuk "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme", Soekarno mengatakan "Keinsjafan akan tragik inilah pula yang sekarang menjadi nyawa  pergerakan rakyat di Indonesia- kita, yang walaupun dalam maksudnya sama. ada mempunyai tiga sifat : Nasionalistis, Islamistis dan Marxistis -lah adanya.

Pandangan Sukarno yang dikemukakannya pada tahun 1926 ini kemudian diwujudkannya sesudah Indonesia Merdeka dalam bentuk NASAKOM yaitu : Nasionalis, Agama dan Komunis. Sukarno melihat ketiga aliran ini dapat dan seharusnya dipersatukan menjadi sebuah kekuatan untuk terus memutar roda Revolusi Indonesia.

Jika Sukarno membubarkan PKI di tahun 1965, hal itu sama dengan menghilangkan atau membuang sebuah komponen penting dalam revolusi yaitu Komunisme. Artinya Sukarno akan mengingkari sendiri dalil revolusi yang telah lama ada dalam pikirannya. Perlu diingat pada masa itu Sukarno mengatakan " Revolusi Belum selesai" dan untuk menggerakkan revolusi itu kekuatan Nasakom harus bahu membahu.

Alasan Soekarno tidak mau membubarkan PKI karena ideologi Nasakom juga dijelaskan oleh Soeharto. Menurut Suharto, Sukarno akan menggunakan kekuatan PKI untuk mempersatukan Indonesia. Karena itu, Sukarno tidak akan menghapus PKI setelah G30S PKI, walaupun ada desakan dari rakyat.

Apalagi Soekarno telah mengeluarkan konsep ideologi baru, yaitu Nasakom (Nasionalis Agama dan Komunis) yang telah digaung-gaungkan Sukarno, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di panggung internasional. Konsep Nasakom disampaikan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat,  tahun 1955 dan juga di sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

"Konsep Nasakom tersebut tidak hanya ke dalam negeri, tapi juga sudah dijual ke luar negeri melewati pidato beliau di Persatuan (Perserikatan) Bangsa Bangsa (PBB)," cerita Suharto menirukan ucapan Sukarno. Ketika disampaikan bahwa rakyat yang meghendaki pembubaran PKI, Soekarno mengatakan, "Har (Soeharto--Red), kamu harus tahu, bahwa saya ini bukan hanya pemimpin indonesia. Saya ini pemimpin dunia." Soekarno melanjutkan, "Saya sudah terlanjur menjual konsep nasakom itu kepada dunia. Sekarang saya harus bubarkan PKI, berarti saya kan harus cabut konsep saya itu. Jadi, mau diletakkan di mana muka saya ini.

Alasan  lain mengapa Sukarno tidak mau membubarkan PKI adalah karena kedekatannya dengan negara negara komunis terutama RRC dan Uni Sovyet. Pada masa menjelang 1965, Sukarno masih terus menghantam negara negara yang disebutnya Neo Kolonialisme atau Nekolim. Negara-negara Nekolim yang dimaksudkannya ini adalah juga negara negara yang sangat dekat hubungannya bahkan dilindungi oleh negara negara Imperialis-Kapitalis.

Untuk menghadapi negara-negara Nekolim ini maka dibutuhkan bantuan dari negara negara komunis seperti UNI Sovyet dan RRC. Pada masa sebelum Oktober 1965 Sukarno meningkatkan kerjasama dengan RRC dan Korea Utara. Dengan hubungan erat yang demikian maka tidaklah mungkin Sukarno membubarkan PKI yang pada masa itu merupakan partai Komunis terkuat di luar negara-negara komunis.

Itulah alasan mengapa Sukarno tidak membubarkan PKI walau telah melakukan pemberontakan. Dengan ideologi Nasakom, Sukarno berusaha membangun sebuah negara yang kuat dengan bersatunya ketiga ideologi tersebut. Walau mungkin masih ada alasan lain sehingga Sukarno tidak mau membubarkan PKI. Tetapi sejarah mencatat, karena PKI tidak dibubarkanlah maka berbagai unjuk rasa semakin marak. Prof Salim menceritakan pernah ada upaya dari Sukarno membubarkan PKI tetapi akan membuat partai baru yang juga berhaluan komunis. Cerita ini beredar tidak lama setelah peristiwa Gerakan September Tiga Puluh atau Gestapu. Pada 11 Maret 1966, Sukarno telah menyerahkan pimpinan negara kepada Suharto. Sejak saat itu pulalah Suharto secara de fakto telah menjadi pemimpin negeri dan menjadikan PKI sebagai partai terlarang. Setelah pembubaran tersebut, perlahan-lahan Nasakom tidak lagi terdengar di Indonesia.

 

Sumber Referensi :

akurat.co,

intisari.grid.id,

kompasiana.com,

rri.co.id,

wartakota.tribunnews.com

0 komentar:

Posting Komentar