Pasti banyak dari kita yang tidak
mengetahui peristiwa tiga daerah, terutama orang-orang yang berada di luar
pulau jawa. Peristiwa tiga daerah adalah peristiwa revolusi di dalam revolusi
dengan PKI sebagai dalang utama. Peristiwa ini berawal setelah dua bulan
proklamasi kemerdekaan Indonesia dan ketika hilangnya pemerintahan jepang.
Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Keresidenan Pekalongan,
Jawa Tengah.
Menurut salah satu literasi, Pemberontakan ini dipelopori
oleh Partosuktino yang menghasut Sakyani. Sakyani
alias kutil dijuluki Robbespierre Tiga Daerah, Ia adalah Orang yang yang
memimpin peristiwa revolusi di tiga daerah tersebut. Saat kutil berkuasa, semua elite
birokrat, pangreh praja (residen, bupati, wedana, dan camat), dan sebagian
besar kepala desa diganti dengan orang-orang pilihannya. Para elite
sebelumnya diculik dan dibunuh dengan cara disembelih. Lokasi yag digunakan
untuk melakukan penyembelihan salah satunya di jembatan Talang, Tegal.
sakyani adalah orang yang sejak lahir ia
dipenuhi bintil-bintil kecil berwarna hitam yang memenuhi seluruh wajahnya. Ia
selalu dihina oleh teman-temannya sehingga ia dijuluki dengan nama kutil karena
wajahnya yang memang penuh dengan kutil. Walaupun setelah dewasa
bintil-bintilnya hilang, ia tetap dijuluki kutil oleh orang-orang. Karena
keadaannya itu, dia menjadi anak yang nakal dan tidak patuh terhadap orang
tuanya. Didikan ayahnya yang keras membuat jiwanya terus memberontak, didikan
keras ini bagaikan mengasah kebencian dalam dirinya. Moral dan agama yang
diajarkan padanya di tolak mentah-mentah olehnya padahal ayahnya adalah seorang
yang alim. Ia lebih memilih bergaul dengan orang-orang di Pelabuhan yang
memiliki tabiat buruk.
Dia semakin tumbuh menjadi anak yang liar,
hal ini disebabkan pergaulannya di Pelabuhan yang membuatnya belajar
kemaksiatan dan kejahatan. Pemandangan yang sering ia lihat di Pelabuhan adalah
para nelayan yang suka berjudi, madat,
dan madon (bermain perempuan). Yang menjadi temannya Ketika di Pelabuhan adalah
para perompak dan bandit. Karena pergaulannya yang buruk, ia sering berkelahi
dengan temannya di sekolah yang menghinanya. Ia kemudian memilih untuk berhenti
sekolah saat kelas dua.
Ia kemudian menjadi kuat dipelabuhan, dia diajari
bertarung oleh para bandit agar bisa ditakuti dan dapat mempengaruhi orang lain
dengan kekuatan. Karena sering berada di
Pelabuhan, dia banyak bertemu orang-orang yang datang dari penjuru negeri. Ia
pun mulai mengenal ideologi komunisme, Ideologi yang mengatakan sama rasa dan
sama rata. Ideologi ini membuatnya merasa bahwa komunisme adalah ideologi yang
menjawab keresahannya atas ketidakadilan dunia terhadapnya yang selalu dihina
karena wajahnya.
Oleh para komunis dia dididik agar ia
berani memberontak terhadap ketidakadilan dunia. Setelah banyak menerima
ideologi komunis, Ia kemudian menjadi aktivis PKI dan membuat Sarekat Rakyat
tegal. Dia melakukan propaganda dengan menghasut para petani, buruh, dan
nelayan di Tegal untuk memberontak. Dia memimpin pasukan untuk menghancurkan
bangunan pemerintahan Belanda, dan membunuh para pribumi yang menentang
cita-cita pendirian negara komunis pada tahun 1926. Dari peristiwa ini dia
mulai melakukan penyembelihan terhadap orang-orang yang menentangnya. Namun
pemberontakan ini gagal dan akhirnya dia di tangkap dan dipenjara di Digul.
Saat di penjara, Ia berhasil kabur dari penjara
dengan cara membunuh orang Belanda yang menjaga penjara dan mencuri perahu
untuk Kembali ke Tegal. Ia berhasil lolos dengan beberapa orang temannya,
tetapi karena tidak adanya makanan Ketika berlayar, ia membunuh teman-temannya
agar dapat bertahan hidup. Setelah sampai di Tegal, ia menyamar sebagai tukang
cukur dan menikahi seorang gadis yang mau menerima kekurangannya. Ia kemudian
mencalonkan diri menjadi lurah pada tahun 1937, tetapi ia kalah suara yang
membuat darahnya mendidih. Ia kemudian berpura-pura menjadi guru ngaji agar
tidak dicurigai orang Belanda. Ia secara diam-diam mulai menjalin kontak dengan
orang-orang komunis yang masih tersisa setelah pemberontakan tahun 1926.
Saat jepang kalah oleh sekutu, Indonesia
kemudian memproklamasikan kemerdekaannya. Pada saat proklamasi kemerdekaan di Jakarta ini, ia mulai bergerak untuk
mebangkitkan Kembali Gerakan komunis. Ia berusaha mendirikan negara sendiri
dengan membunuh siapapun yang dianggapnya sebagai musuh. Banyak orang yang
takut kepadanya, sehingga dia mendirikan komplotan bandit dengan nama lenggaong
kutil. Kedekatannya dengan seorang kiai yang dikatakan memiliki kekuatan
istimewa, membuatnya semakin ditakuti karena dianggap memiliki ilmu kebal. Pada
bulan oktober1945, Tan Malaka menginstruksikan Gerakan Antiswapraja kepada
seluruh pimpinan PKI. Ia yang merasa sebagai pimpinan PKI di Tegal, mulai melaksanakan Gerakan antimonarki di
Brebes, Tegal dan Pekalongan.
Dalam proses penggantian Pangreh Praja, ia
menyiksa dan membantai siapa saja yang menentangnya. Dia menyembelih seluruh
bangsawan dan pejabat yang menentang komunisme di Tegal. Ia juga menghidupkan
sebuah organisasi yang Bernama Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang
berada di bawah PKI. Anggota dari AMRI adalah para pedagang, penjual makanan,
petani miskin, tukang besi, dan penjual jamu. Markas mereka berada di Ujungrusi
dan Talang. Seluruh pemuda AMRI memakai selempang janur kuning pemberian kiai
Makdum sebagai lambang perlawanan, pemberi kekebalan, serta penangkal roh
jahat.
Langkah awalnya adalah mengganti
pejabat-pejabat lama dan orang-orang golongan Pangreh Praja dengan orang
pilihannya. Pemerintahan, perusahaan-perusahaan, dan Gudang-gudang berhasil dikuasai. Orang-orang yang tidak
menerima keputusannya akan langsung disembelih. Dengan Gerakan yang massif, ia
berusaha mendirikan negara komunis sendiri di tiga daerah yaitu Tegal, Brebes,
dan Pekalongan dengan memproklamirkan berdirinya negara Talang di tiga daerah
itu. Slogannya saat itu adalah pemerintahan rakyat untuk menghancurkan
pemerintahan republic Indonesia.
Pemikirannya disambut gembira oleh rakyat
yang menganggapnya sebagai orang yang mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.
Dan siapapun yang menentangnya akan langsung disembelih oleh para anggotanya.
Ia juga membuat kegiatan bawah tanah yang tertutup tanpa diketahui oleh banyak
orang dengan melakukan penyusupan.
Ia kemudian menangkap seorang bupati tua, bupati
itu ditelanjangi dan diseret ke dalam penjara. Pejabat pemerintahan lain dan
para polisi diculik dan dibantai di jembatan Talang, Tegal. Ia juga melakukan
penyembelihan kepada etnis cina di Brebes, dan memperkosa perempuannya. Ttidak
ada satu orang pun yang menentangnya, golongan bawah dan kalangan agama
mengikutinya karena takut dibunuh. Ia sengaja menggunakan pengaruh islam dan
ulama sebagai kekuatan politiknya dengan memasang tokoh islam dan bandit
sebagai bupati ataupun kepala desa. Mereka yang menjadi petinggi itu, harus
tetap tunduk kepadanya.
Ia sering melakukan pembunuhan dengan berdiri
di atas podium dan membawa orang yang sudah ditangkap. Ia menyebutkan nama orang
tersebut dan meminta persetujuan untuk menyembelihnya. Para massa tentu setuju dan
tidak berani menolak perkataannya untuk membunuh orang yang ditangkap itu.
Sakyani dan anak buahnya juga mengepung
rumah Raden Mas Harjowiyono, lurah desa Cerih. Sakyani mengancam rumah membakar
rumah Raden Mas Harjowiyono bila dia tidak keluar. Raden mas Harjowiyono pun
keluar Bersama istrinya dengan pakaian resmi. Sakyani dan anggotanya lalu
melucuti dan menelanjangi keduanya dan mengganti pakaiannya dengan goni. Suami
istri ini lalu di arak dengan diiringi gamelan dan diperlakukan seperti ayam. Mereka
dipaksa meminum air mentah dalam tempurung
kelapa dan makan dedak. Sakyani dan anggotanya tertawa, pasangan itu
kemudian ditahan di kecamatan.
Sakyani dan anggotanya juga melakukan
Razia pada setiap kereta api jurusan Purwokerto dan Tegal. Para penumpang yang
menggunakan blangkon akan dirampok atau dibunuh. Setiap lurah dan camat yang
menentang, akan dicopot, diseret, dan dicincang
di jalan raya sebagai tontonan untuk menakuti para rakyat.
Opziehter Bengkel Kereta Api Tegal tak
luput menjadi korban Sakyani dan anggotanya. Ia disiksa di tiang listrik dan
dipukuli secara beramai-ramai. Ia baru dilepaskan setelah mengatakan mau
mengikuti Sakyani dan anggotanya. Polisi juga menjadi korban kekejaman Sakyani,
bahkan polisi yang memiliki ilmu kebal dikubur hidup-hidup dalam sebuah lubang.
Rumah-rumah penduduk pun diteror dan
digedor, kemudian para penghuninya disuruh untuk keluar. Mereka diharuskan
mengikuti Gerakan PKI, siapapun yang menentang pasti akan langsung disembelih.
Akhirnya para penduduk ikut turun ke jalan, kecuali mereka yang sudah tua dan
sedang sakit. Beribu-ribu massa membanjiri jalan besar Talang, mereka disuruh
memblokade jalan jurusan Selatan Slawi. Lalu lintas Tegal-Purwokerto menjadi
tertutup, dan tidak ada kendaraan yang berani melewati jalan itu.
Gerakan rakyat tiga daerah ini mulai
bergerak menyerbu kantor-kantor kecamatan, Kawedanan, dan menyerbu kantor
polisi di Kejambon. Para pejabat pun melarikan diri, sedangkan pejabat yang
tertangkap akan dibunuh. Pernah ada
orang yang menentang Sakyani dengan menolak Gerakan Rakyat tersebut. Para
anggota Sakyani menangkapnya, kemudian orang itu diseret dan dipukul kepalanya
menggunakan besi. Kepalanya pecah dan meninggal seketika di Markas Pemuda
Ujungrusi.
Seorang Camat Adiwerna yang Bernama R.M.
Suparto, berani berbicara di depan umum dan menghujat Sakyani. Tanpa komando, Anggota
Sakyani dengan segera menyembelih Suparto. Kepala Suparto yang masih berlumuran
darah kemudian dibawa ke depan Sakyani. Tapi tanpa sengaja salah satu
anggotanya menginjak kepala Suparto. Saat kaki diangkat dari kepala itu, kepala
itu kemudian pecah. Para anggotanya kemudian menangkap anak sulung Camat
Adiwerna yang bernama Slamet. Slamet kemudian diikat dan dijatuhkannya di atas
batu besar berulangkali hingga tewas.
Sakyani mulai membunuh orang-orang dari
golongan agama sejak tanggal 27 November
1945. Kiai yang memiliki pengaruh besar di Talang ditangkap karena menentang
dan mempengaruhi santrinya untuk melawan Sakyani. Kiai ini di bawa ke selatan,
lalu dimasukkan ke dalam bangunan tua yang tidak digunakan lalu disembelih.
Seluruh orang cina di Tegal diminta untuk menyerahkan harta benda atau apapun
yang diminta oleh Sakyani. Karena ketakutan, banyak orang-orang cina yang kabur
dari Tegal dengan meninggalkan harta bendanya.
Bupati Tegal saat itu, Soenaryo, juga menjadi salah satu
target gerakan Sakyani atau Kutil. Akan tetapi, sebelum aksi Kutil untuk
menculik dan membunuh Bupati Tegal tercapai, Soenaryo diselamatkan oleh Mansyur
dari Pemuda API (Angkatan Pemuda Indonesia). Penyelamatan Soenaryo berdampak
pada Kardinah yang saat itu ada di lingkungan kabupaten Tegal. Ini menjadi
peristiwa gelap bagi Kardinah, Kardinah sendiri adalah adik R.A. Kartini yang
menjadi ibu angkat Soenaryo. Kardinah menjadi sasaran kemarahan rakyat, pakaian
Kardinah dilepas dan diganti goni lalu diarak keliling kota dan diancam untuk
dibunuh. Akan tetapi, ketika sampai di depan Rumah Sakit Kardinah, Kardinah
pura-pura sakit dan dirawat. Pada malam harinya ada usaha penyelamatan oleh
orang-orang dekatnya sehingga Kardinah selamat dari amukan orang-orang
Sakyani/Kutil dan tidak sempat dibawa ke Adiwerna.
Untuk menutupi Gerakan PKI, Sakyani
mengangkat kiai untuk menjadi bupati. Beberapa Bupati seperti Brebes, Tegal,
pemalang, dan residen Pekalongan dan beberapa tempat lain adalah kiai yang
diangkat oleh Sakyani. Hal ini membuat orang-orang meyakini bahwa ini adalah
Gerakan aliran-aliran
Islam, Sosialis, dan Komunis, padahal sepenuhnya ini adalah Gerakan
Komunis.
Saat menyerang kota Pekalongan, Sakyani
berhasil ditangkap dan hampir duhukum mati. Namun saat Agresi militer Belanda,
suasana di Tegal menjadi kacau, Sakyani berhasil melarikan diri saat kekacauan
terjadi. Ia melarikan diri ke Jakarta dan Kembali bekerja menjadi tukang cukur.
Pada tahun 1949, ada orang Slawi di Jakarta yang mengenali wajahnya. Ia
kemudian Kembali ditangkap dan mencoba melakukan Grasi kepada Soekarno pada 1
agustus 1950 tetapi ditolak. Pada tanggal 5 mei 1951, Sakyani di eksekusi di
Pantai Pekalongan.
Itulah Peristiwa tiga daerah yang pernah
terjadi di Indonesia dimana PKI sebagai dalang pemberontakkan. Walaupun banyak
Ulama yang diangkat menjadi petinggi, tetapi mereka dikendalikan oleh Sakyani
yang merupakan pimpinan PKI di Tegal. Dengan ditangkapnya Sakyani (Kutil) dan para tokoh
lainnya, gerakan ini dapat mulai dinetralisir. Golongan Islam beserta para
ulama juga memberi andil dalam berakhirnya Peristiwa Tiga Daerah. Golongan
Islam merasa bahwa gerakan ini mulai menuai penyimpangan dengan tindakan
ekstrem-radikal yang dilakukan oleh golongan kiri.
Sumber Referensi :
Anton Lucas, Peristiwa Tiga Daerah
kumparan.com
nasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar