Siapa yang tidak mengenal D.N. Aidit , seorang
pemimpin PKI yang memberontak pada tahun 1965. Ia tewas secara tragis karena
usaha pemberontakan yang ia lakukan gagal. Namun siapa yang menyangka, Ia
adalah seorang santri dan telah khatam al-Quran sejak kecil. Namun karena
terpengaruh oleh golongan kiri, ia kemudian menyebrang ke jalan yang salah.
Padahal Aidit pernah menjadi orang
kesayangan Bung Hatta sebelum akhirnya berbeda haluan.
Dipa Nusantara Aidit atau Ahmad Aidit lahir di Belitung pada 30
Juli 1923. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Abdullah Aidit dan Mailan.
Ayah dan ibunya sangat religius dan dihormati masyarakat Belitung. Ayah
Aidit berasal dari Minangkabau lalu hijrah ke Belitung. Abdullah
aktif dalam kegiatan Islam dan dihormati oleh masyarakat Belitung. Ayah Aidit,
yakni Abdullah bin Ismail, dikenal sebagai tokoh agama dan salah satu pelopor
pendidikan Islam di Belitung yang disegani masyarakat. Abdullah juga seorang
mantri kehutanan. Ayah Aidit yang muslim taat ini pernah menggagas dan memimpin
gerakan kepemudaan untuk menentang kolonial Hindia Belanda. Selanjutnya, pada
10 November 1937, Abdullah menjadi salah satu pendiri organisasi keagamaan
bernama “Nurul Islam di Belitung yang berpaham Muhammadiyah. Sejak kecil, Aidit
dan adik-adiknya dididik secara islami. Setiap hari sepulang sekolah, mereka
belajar mengaji di bawah bimbingan sang paman, Abdurrachim. Orang-orang
sekampung mengenal Aidit sebagai anak yang alim, rajin ke masjid, dan juga
pandai mengaji.
Bang Amat (Achmad Aidit) tamat mengaji, khatam Alquran. Kami semua
khatam Alquran,” ungkap Sobron Aidit, adik tiri Achmad, yang dituliskannya
dalam buku berjudul Aidit: Abang, Sahabat, dan Guru di Masa Pergolakan (2003). Aidit
kecil juga kerap bertugas melantunkan azan di masjid. Diungkap Satriono Priyo
Utomo dalam Aidit, Marxisme-Leninisme, dan Revolusi Indonesia (2016), ia sering
diminta untuk mengumandangkan azan karena suaranya dianggap keras dan lafalnya
jelas.
Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti
namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya,
dan ayahnya menyetujuinya nama tersebut. Dari Belitung, Aidit berangkat ke
Jakarta, dan pada tahun 1940, ia kemudian mendirikan perpustakaan
"Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.
Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Ia belajar
teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda
(yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam
aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak
memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam
Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad
Yamin. Aidit dengan mudah bergaul dengan orang-orang penting karena memiliki
sifat yang sama yaitu memberontak pada penjajah. Paham Marhainisme milik
Soekarno yang mirip komunis membuat Aidit semakin dekat dengan Soekarno.
Demikian pula dengan Muhammad Hatta yang mendirikan Ekonomi Koperasi. Menurut
sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan
kepadanya, dan Aidit menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun pada akhirnya
mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.
Pada awal
September 1945, terbentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API), di mana Aidit
ditunjuk menjadi ketua cabang Jakarta Raya. Pada 5 November 1945, DN Aidit
bersama anggota API diserang oleh Koninklijk Nederlands Indisch Leger
(KNIL) atau tentara Hindia Belanda dan ditangkap. DN Aidit kemudian diasingkan
ke Pulau Onrust selama tujuh bulan, sebelum akhirnya dibebaskan. Pada 1948, DN
Aidit, Lukman, dan Njoto ditugaskan untuk menjadi penerjemah Manifesto Komunis
ke dalam bahasa Indonesia.
Pergaulan Aidit terus meluas, Dia kemudian berusaha membangun kembali
komunis setelah terpuruk akibat pemberontakan Madiun pada September
1948. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada PKI. Aidit membuat
organisasi sayap seperti Pemuda Rakyat untuk pemuda, Gerwani untuk ibu-ibu, BTI
untuk petani, Lekra untuk seniman, dan Dia juga mendukung Marhenisme untuk
mengambil hati Bung Karno. Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis
Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap
paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya
berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Di bawah
kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia,
setelah Uni Soviet dan Tiongkok.
Selain itu, Salah satu kunci pentingnya adalah kampanye PKI soal isu kemiskinan.
Meski PKI dibenci setengah mati oleh kelompok-kelompok politik mayoritas di
Indonesia, tapi jurus jualan kemiskinannya diamalkan dengan baik. Tak hanya
kemiskinan di kota, tapi juga kemiskinan di desa. Di kota ada buruh, sedangkan di
desa ada para petani. Karena kemiskinan mereka, dua golongan itu potensial jadi
pemilih PKI dalam pemilu. PKI sendiri punya lambang palu dan arit. Palu
merepresentasikan buruh, dan arit mewakili petani.
Menurut Jafar
Suryomenggolo dalam Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950an (2015),
dengan mengutip Everett Hawkins di artikel "Labour in Developing
Economics" (1962), kaum buruh adalah golongan miskin di Jakarta. Upah
mereka sangat rendah. Sementara itu pada 1953 terjadi kenaikan harga bahan
pokok. Tak heran jika pada era 1950-an Tunjangan Hari Raya (THR) sudah mulai
diperjuangkan kaum buruh.
Sedangkan Kaum tani Indonesia yang merupakan 70 % daripada penduduk
masih tetap berada dalam kedudukan budak, hidup melarat dan terbelakang di
bawah tindasan tuan tanah dan lintah darat,” kata Ahmad alias Dipa Nusantara
Aidit, Ketua CC PKI, dalam pidatonya yang berjudul Jalan ke Demokrasi
Rakyat bagi Indonesia.
Aidit mengatakan bahwa kaum komunis harus mengikis sumber-sumber penderitaan petani. “Kewajiban yang terdekat daripada kaum Komunis Indonesia ialah melenyapkan sisa-sisa feodalisme, mengembangkan revolusi agraria antifeodal, menyita tanah tuan tanah dan memberikan dengan cuma-cuma tanah tuan tanah kepada kaum tani, terutama kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin, sebagai milik perseorangan mereka.
Layaknya pahlawan robinhood yang mencuri uang-uang para orang kaya lalu
dibagikan kepada orang melarat. Para PKI melakukkan hal yang sama layaknya
Robinhood. Mereka melakukan perampasan tanah-tanah milik tuan tanah untuk
dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin. Pada saat itu, para kyai dan ulama
merupakan orang-orang terpandang yang juga memiliki banyak tanah. Dari
perampasan tanah-tanah milik para ulama, maka mulai timbul dua masyarakat yang
saling bergesekkan. Mereka yang membela para ulama dan partai PKI yang merampas
tanah-tanah milik tuan tanah. Gesekan kedua kubu tersebut terus terjadi hingga
akhirnya menimbulkan dendam pasca peristiwa pemberontakan PKI.
Kampanye Anti Asing juga dilakukan, Lewat mulut Aidit dalam pidato Jalan
ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia, menyebut: “Salah satu bentuk
pertentangan dan permusuhan antara negara-negara imperialis ialah perang
imperialis yang membawa kemiskinan, kesengsaraan, dan kematian berjuta-juta
manusia.” Seperti umumnya partai jelang pemilu, PKI juga memberi janji-janji
manis. Ideologi bukan jaminan utama kemenangan dalam pemilu. Lewat koran
andalannya, Harian Rakjat (28
September 1955), sehari sebelum pemilu DPR pada 29 September 1955, PKI melempar
banyak janji. Tak tanggung-tanggung, PKI saat itu memaparkan 19 janji.
Karena Janji-Janji manis tersebut, dalam pemilu tahun 1955 PKI berhasil
menjadi partai empat besar, setelah PNI, Masyumi, dan NU. Dalam dasawarsa
berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara
partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada
tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer
mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat
dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting
di Indonesia.
Aidit semakin dekat Bung Karno, Dia kemudian diangkat menjadi Menteri
Koordinator dan Wakil Ketua MPRS. Dia juga berhasil mendorong Bung
Karno membubarkan Masyumi dan PSI. Kedudukan PKI semakin kokoh ketika Bung
Karno mencetuskan Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis)
sebagai tiang utama pembangunan Indonesia yang revolusioner. saat Soekarno
menyerukan Ganyang Malaysia, Aidit dan PKI menjadi garda terdepan mendukung
Soekarno. Hal ini membuat Soekarno pun semakin percaya dengan Aidit dan PKI.
Disisi lain, Aidit memiliki tujuannya tersendiri. Ia berharap soekarno
mengirimkan angkatan darat untuk pergi ke perbatasan Malaysia dan berperang.
Jika angkatan darat berperang, maka hal ini memudahkan PKI menguasai Indonesia.
PKI yang telah menjadi partai besar, tentu mudah mengambil alih jika angkatan
darat berperang dengan Malaysia. Karena pada saat itu, Angkatan darat adalah
batu sandungan bagi PKI.
Rencana tersebut tak berjalan mulus, Namun karena Aidit merasa telah
berada di atas angin, akhirnya melakukan pemberontakan untuk berusaha mengambil
alih Indonesia. Aidit berusaha menerapkan Ideologi komunis dengan cara
menyingkirkan petinggi-petinggi yang menolak ideology tersebut. Walau telah
menyingkirkan petinggi-petinggi yang menolak ideology komunis, namun usaha
menjadikan Indonesia negara komunis tersebut gagal. Gerakan PKI berhasil
dihentikan oleh angkatan darat di bawah komando Soeharto. Aidit akhirnya
menjadi incaran angkatan darat karena dianggap sebagai dalang pemberontakan.
Ketika menjadi pihak tertuduh, DN Aidit kemudian pergi dari Jakarta
menuju ke Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang menjadi basis PKI. Aidit akhirmya
tewas setelah pergi ke Jawa Tengah. Ada beberapa versi tentang kematian DN
Aidit. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa
oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke
dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu
setengah jam sebelum "diberesi". Waktu setengah jam itu digunakan
Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan
semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan
emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya dengan AK-47 hingga mati.
versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat
ia ditahan. Namun sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya
dimakamkan.
Itulah kisah tentang D.N. Aidit, seorang santri yang kemudian berubah
menjadi pemimpin PKI. Murad Aidit menduga ada pengkhianat dalam tubuh PKI yang
mengorbankan sang kakak. Walaupun menjadi PKI, Aidit tidak pernah
menjadi seorang Atheis. Aidit pernah mengatakan bahwa hanya orang gila
yang mengatakan agama adalah candu. Hingga saat ini, tidak pernah ada kejelasan yang mutlak dan absolut terkait peran DN Aidit dan PKI dalam peristiwa G30S, yang ada hanya teori-teori yang jumlahnya cukup banyak. Saat ditemukannya
rekaman yang diduga berisi dokumen politik penting, ternyata isinya hanya
pengajian islam yang dimulai dari pembacaan ayat al-Quran. Dari Aidit kita
dapat belajar bahwa kita bisa saja tersesat ke jalan yang salah. Ayah Aidit
yang seorang Ulama besar menangis saat anak-anaknya ditangkap oleh tentara
padahal tidak terlibat dengan Aidit. Ayahnya meninggal 3 tahun kemudian setelah
Aidit di eksekusi.
Sumber
Referensi : hajinews.id
id.wikipedia.org
kompas.com
pwmu.co
tirto.id
0 komentar:
Posting Komentar