Setiap
pemimpin mempunyai kisah hidupnya masing-masing, setiap pemimpin mempunyai
kekurangan dan kelebihannya masing-masing, hal tersebut sangatlah wajar karena
beliau-beliau ini adalah manusia biasa. Begitu juga para presiden yang pernah
memimpin Republik Indonesia negara tercinta ini, jangan hanya keburukan atau
kelebihannya saja yang kita diskusikan. Satu hal yang harus kita garis bawahi
jika ada kritikan atau kekurangan yang diangkat itu semata-mata hanya untuk
bahan pelajaran kita sebagai generasi penerus untuk tidak mengikuti jejak yang
sama, begitu pula ketika kita bercerita tentang jasa dan kebaikan mereka, maka
informasi itu dapat kita jadikan motivasi dan contoh yang baik. Pada artikel
kali ini kita akan membahas tentang biografi singkat dari masing-masing
presiden yang pernah memimpin Indonesia, dari Presiden Soekarno sampai Presiden
Joko Widodo. Agar kita tidak lagi terhasut oleh kampanye-kampanye negatif terutama saat menjelang pilpres, informasi hoax yang mengatakan calon presiden RI adalah keturunan partai terlarang dan lain sebagainya. Bagaimanakah kilasan singkat kisah hidupnya langsung saja kita
masuk kedalam materi pembahasan berikut ini.
1. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno
yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo
dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya Bung Karno pernah beberpa kali
menikah sampai berjumlah 9 kali menikah, namun secara resmi dan tercatat disaat
terakhir masa hidupnya beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak.
Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan
Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna
Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak
Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup
bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di
Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan
pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School).
Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil
meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme
dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan
Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin,
Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah.
Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931,
Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau
kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun
kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang,
Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan
tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai
Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan
Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha
menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi
Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non
Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis
politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya.
Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus
memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia
disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat
makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai
"Pahlawan Proklamasi".
2. Soeharto
Soeharto adalah presiden kedua Republik Indonesia
yang lahir pada tanggal 8 Juni 1921 di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan
Sedayu, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Bapaknya
bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam
pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan
tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan,
Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono
pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke
Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan
Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan
di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi
anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti
Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah
dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26
tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti
Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati
Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki
perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak
Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA,
komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan
Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya
merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau
juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah
menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI.
Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai
Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden
Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret
dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta
mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998. Setelah dirawat selama 24 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, mantan presiden Soeharto akhirnya meninggal dunia pada Minggu, 27 Januari 2006). Soeharto meninggal pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun.
3. BJ Habibie
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin
Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau
merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil
Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri
Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu
Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama
saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada
prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya
kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia
pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah
bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di
Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol
prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok
favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau
masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar
Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan
gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan
dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar)
pada Institut Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh
kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat
dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award,
itu kembali dari habitat-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie
hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor
konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu
bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi
panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri
Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis,
dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung
menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan
presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya
Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka.
Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga
negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
4. Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur
menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau
lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Gus Dur
adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri
organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim. Sedangkan
Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang,
K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia
empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh,
Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai
kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain
itu beliau juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia
belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel
dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan
musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di
televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton
bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film.
Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri
Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan
mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren
Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat
ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah
anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di
Mesir.
Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus
Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau
bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun
kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang
sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagaii
penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur
mulai mendapat perhatian banyak.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H.
Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi
sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara
sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam
maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di
LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek
pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh
LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta.
Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980
Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat
dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan
politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur
semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan
kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap
`menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus
PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film
Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi
oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin
untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo.
Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak
Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua
umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama
menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali
pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.
5. Megawati Soekarno Putri
Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati
Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden,
beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman
Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga
proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan
pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki
bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan
Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas.
Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu
tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama
Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya
bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Kehidupan
masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak,
Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai
anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan
tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati
Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan
Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga
politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak
terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah
mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang
baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif
dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti
beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia
politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi
primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata
memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota
DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta
Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR
sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah
tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak
menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak
melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi
politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung,
telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993
dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah
pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik
pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan
apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan
dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama
Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung
oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega
sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak
sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan
mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan
pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk
menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega
dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan
dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro,
sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para
pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha
mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi
ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian
menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar
merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan
langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan
politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati
dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni,
PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan
mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang
sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim
Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik
berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu
1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu
menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader
partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
6. Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6.
Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20
September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir
di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati,
merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah
anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit
menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti
Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang
putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi
SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi
Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara,
Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling
menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk
pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN),
Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY
masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah
idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin
keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara
dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah
lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak
langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin
Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu
belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri.
Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian
penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah,
Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat
julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan
terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and
Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced
Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate,
Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan
Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung
(1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas,
AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan
karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif
Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri
Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung
sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga
batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki
nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon
Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara
328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan
berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan
Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah
air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud
305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin
Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan
Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau
ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978),
Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD
(1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat
kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau
mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort
Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan
Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando
Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih
Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam
IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum
mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung
dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen
Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad)
dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat.
Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI
untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat
(1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur,
diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17
Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian
menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam
IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia
Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala
Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United.
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi
genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS
antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia,
beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat
Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi
ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial
(Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai
tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer
ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada
pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa
meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat
Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan
melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret
2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah
pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan
mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada
pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan
dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan
perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau
dilantik menjadi Presiden RI ke-6.
7. Joko Widodo
Sejak lahir pada 21 Juni 1961 di Rumah Sakit
Brayat Minulyo, Joko Widodo tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah
kontrakan yang berlokasi di tepi sebuah sungai di Solo. Hidup mereka sangat
sederhana. Ayah Jokowi yang sehari-hari menghidupi keluarga dengan berjualan
kayu terpaksa membawa istri dan anak-anaknya hidup berpindah dari satu rumah
sewa menuju rumah sewa lainnya. Bahkan dengan kondisi tersebut, keluarga Joko
Widodo harus rela digusur Pemerintah Kota Solo dari tempat tinggalnya di
bantaran kali Pepe dan tinggal menumpang di kediaman seorang kerabat di daerah
Gondang. Akan tetapi, pengalaman masa kecil tersebut tidak dirasakan Jokowi
sebagai sebuah penderitaan. Ia berkata bahwa waktu-waktu sulit tersebut
merupakan cara Tuhan yang sangat tepat untuk membangun karakter dirinya di masa
depan.
Selepas berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM,
Jokowi muda sempat mencicipi pengalaman kerja pada sebuah perusahaan BUMN di
Provinsi Aceh. Lokasinya yang berada di tengah hutan, kondisi kerja yang keras,
dan rencana untuk mempunyai buah hati menuntun Jokowi dan istri untuk kembali
ke kota Solo pada 1988. Ia kemudian bekerja sementara waktu pada pabrik milik
pamannya, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memulai usaha mebelnya
sendiri. Usaha yang mulanya berjalan dengan kondisi sederhana lambat laun
berkembang. Dari ruang lingkup regional, usaha Jokowi tumbuh melingkupi pasar
nasional, hingga kemudian merambah pasar mancanegara.
Kesuksesan atas bisnis mebel dan kemapanan
finansial yang diraihnya menggerakkan Jokowi untuk mulai mencurahkan energi
pada ranah lain, yaitu sosial. Ia melihat banyak usaha kecil masyarakat Solo
yang sesungguhnya memiliki potensi untuk maju, tetapi belum berkembang dengan
baik. Dengan latar belakang masa lalunya yang sulit di bantaran sungai, ia dan
beberapa rekan pengusaha menggagas terbentuknya organisasi pengusaha mebel
nasional cabang Solo yang bernama Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia atau akrab
disebut Asmindo. Jokowi didaulat menjadi ketua organisasi dan memimpin berbagai
kegiatan yang berhasil mengangkat daya usaha para pengusaha kecil dan menengah
anggota Asmindo.
Setelah dua tahun Jokowi memimpin Asmindo, para
pengurus dan anggota syarikat pengusaha tersebut mulai melontarkan ide
pencalonan diri Joko Widodo pada Pemilukada Solo 2005. Pada mula ide itu
muncul, Jokowi hanya menganggapinya dengan tawa dan secara halus menolaknya.
Akan tetapi, aspirasi tersebut bertambah kuat dan dorongan dari dalam
organisasi untuk maju mencalonkan diri sebagai Walikota Solo terus meningkat.
Joko Widodo kemudian maju dalam Pemilukada bersama F.X Hadi Rudyatmo dan
terpilih menjadi Walikota Solo periode 2005-2010.
Amanah yang dipercayakan masyarakat kota Solo
pada Jokowi diemban dengan baik. Beberapa prestasi seperti tata lokasi PKL,
efisiensi birokrasi kota, dan peremajaan pasar-pasar tradisional membuat
dirinya menjadi sosok populer di kalangan masyarakat Surakarta. Pada pemilihan
Wali Kota Solo periode 2010-2017, ia terpilih kembali dengan persentase
perolehan suara sebanyak 90,09 persen.
Joko Widodo mulai dikenal dalam lingkup nasional
setelah ia secara resmi mengganti mobil dinasnya dengan mobil Esemka, yang
merupakan buah karya para pelajar SMK 2 dan SMK Warga Surakarta, pada Januari
2012. Pemberitaan mengenai hal itu meluas dan menimbulkan berbagai tanggapan.
Salah satu komentar yang mendapat sorotan masyarakat ialah komentar Bibit
Waluyo, yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, yang menyebut
langkah Jokowi mengganti mobil dinasnya sebagai sesuatu yang sembrono. Hal ini
justru membuat simpati publik atas Jokowi bertambah besar. Namanya kemudian
semakin dikenal.
Setelah terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta,
popularitas Jokowi melejit berkat rekam jejaknya yang baik dan pendekatannya
yang membumi dan pragmatis, seperti yang ditunjukkan melalui program
"blusukan" untuk memeriksa keadaan di lapangan secara
langsung. Akibatnya, Jokowi merajai survei-survei calon presiden dan
menyingkirkan kandidat lainnya, sehingga muncul wacana untuk menjadikannya
calon presiden. Benar saja akhirnya Jokowi berhasil menjadi presiden dua
Periode sekaligus, yaitu periode tahun 2014 sampai 2019 dan 2019 sampai 2024.
Itulah besaran sedikit gambaran biografi singkat presiden republik
Indonesia dari awal Indonesia merdeka hingga saat ini, semoga informasi ini
bisa bermanfaat dan menangkal kampanye negatif yang sering terjadi saat
menjelang pemilihan presiden. Semoga kisah hidup dari masa awal mereka sampai
menjadi orang nomor satu di Indonesia dapat menjadikan motivasi bagi kita,
bahwa segala sesuatu didunia ini tidak ada yang tidak mungkin.
Sumber Referensi :
perpusnas.go.id
id.wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar