Umat
islam pasti pernah mendengar tentang terbunuhnya Husein pada tragedi karbala.
Sebuah peristiwa pembantaian cucu rasulullah oleh Yazid bin Muawiyah. Seorang
pemimpin yang dibutakan oleh kekuasaan yang sementara. Karena kerakusannya
dengan kekuasaan, dia dengan sengaja membunuh cucu Rasulullah yang tidak mau membai’atnya
menjadi khalifah. Ia bahkan membunuh siapa saja yang menolak dirinya menjadi khalifah.
Yazid bin muawiyah menjadi salah satu sosok terkejam yang pernah tercatat
namanya dalam sejarah umat islam.
Yazid bin Muawiyah
adalah seorang Quraisy dari bani Umayyah. Ia satu kabilah dengan Amirul
Mukminin Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Hubungan kekerabatannya dengan Husein bin Ali radhiallahu
‘anhuma sangatlah dekat. Kedudukannya sebagai khalifah tidak diakui beberapa tokoh Muslim
lantaran dianggap menyalahi perjanjian yang dilakukan antara Muawiyah dan Hasan
pada tahun 661 M. Ketika Ali terpilih sebagai khalifah banyak pihak yang
berselisih, termasuk Muawiyah yang ingin menjadi Khalifah dan juga mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak. Maka terjadilah perpecahan antara kubu Muawiyah
bin Abu Sofyan dan Ali bin abi Thalib.
Saat Ali terbunuh, Maka
Muawiyah berusaha untuk menjadi khalifah menggantikan Ali. tetapi Hassan bin
Ali berpendapat, jika ayahnya meninggal ia yang meneruskannya. Terjadi kembali
dualisme kepemimpinan antara Hassan dan Muawiyah. Hingga terjadilah jalan
damai, dengan kesepakatan bahwa Muawiyah membiayai kehidupan fakir miskin dan
Hassan menyerahkan Khalifah kepada Muawiyah tanpa pertumpahan darah. Pada saat
itu Muawiyah juga berjanji akan memberikan tahta kepada penerus Hassan setelah
ia berkuasa.
Namun Muawiyah
mengingkari janji dengan memberikan tahtanya kepada anaknya Yazid. Yazid meraih
kekuasaan lewat penunjukkan ayahnya, Khalifah Mu’awiyah. Tindakan ini tentu
melanggar kesepakatan antara Mu’awiyah dan Sayyidina Hasan dimana seharusnya
dibentuk semacam dewan syura seperti yang sebelumnya dilakukan Khalifah Umar
bin Khattab untuk memilih Khalifah. Yazid yang berjiwa keras telah menjadi penguasa,
pada saat itu terdapat tiga oposisi
yaitu Abdullah bin Umar(Ibnu Umar) , Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair) dan
Husein bin Ali.
Yazid kemudian menemui
Ibnu Umar, apakah Ibnu Umar menerimanya sebagai khalifah. Jawaban Abdullah bin
Umar diplomatik, jika seluruh penduduk Madinah menerima, maka dia akan
menerimanya. Sedangkan Ibnu Zubair dan Husein tidak setuju karena sudah
menyalahi perjanjian. Kedua cucu Rasulullah, dilaporkan menerima
surat dukungan dari penduduk Kufah yang meminta beliau datang ke Kufah dan akan
didukung menjadi Khalifah. Sahabat Nabi Ibn Abbas mencegahnya, sementara
Abdullah bin Zubair mendukung rencana Sayyidina Husein beranjak dari Mekkah ke
Kufah. Akhirnya Husein tetap bersikukuh untuk pergi ke kufah. Pergerakan ini
tercium oleh Yazid yang kemudian memerintahkan pasukannya menghadapi Sayyidina
Husein dan keluarganya. ketika itu Husein membawa keluarga dan pendukungnya terdiri
dari wanita, lansia dan anak-anak namun di tengah jalan beliau di hadang oleh
ribuan tentara dari Syam yaitu pasukan Yazid.
Saat itu Yazid
memerintahkan pada pengawalnya untuk membunuh Husein bila ia tidak mau
membai’at dirinya, tapi yang terjadi mereka semua dibantai dengan cukup keji.
Hanya satu yang selamat yaitu Ali Zainal Abidin putra Husein, sedangkan ayahnya
Husein jenazahnya hancur, bahkan kepalanya di tendang kesana kemari, lalu
kepala Husein diserahkan kepada Yazid. sedangkan Tubuhnya
dibiarkan tanpa kepala ditinggalkan di Karbala.
Imam
al-Thabari dalam kitab Tarikhnya menceritakan dengan detil berpuluh-puluh
halaman apa yang terjadi di Karbala, dan mencatat siapa saja keluarga Sayyidina
Husein yang terbunuh lengkap dengan menyebutkan siapa pembunuh masing-masing,
pada 10 Muharram di Karbala. Sejarah mencatat dengan pilu, jika sebelumnya demi
politik kekuasaan terjadi perang saudara antara Siti Aisyah dan Ali bin Abi
Thalib (perang jamal), dan antara Khalifah Ali dengan Mu’awiyah (perang
shiffin), maka sejarah kembali mencatat dengan air mata dan darah bagaimana
cucu Rasulullah dibunuh secara tragis.
Imam Suyuthi menulis:
“Yazid mengirim surat kepada Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuh Husein. Maka
dikirimlah 4 ribu pasukan di bawah pimpinan Umar bin Sa’d bin Abi Waqqash.”
Imam Suyuthi melanjutkan: “Husein dibunuh dan kepalanya diletakkan di bejana
dan dibawa ke hadapan Ibn Ziyad. Semoga Allah melaknat mereka yang membunuhnya,
begitu juga dengan Ibn Ziyad dan Yazid. Husein telah dibunuh di Karbala. Dalam
peristiwa pembunuhan ini terdapat kisah yang begitu memilukan hati yang tidak
sanggup kita menanggungnya. Inna lilahi wa inna ilaihi raji’un. Terbunuh
bersama Husein 16 orang lainnya dari anggota keluarganya.”
Sekitar
dua tahun setelah pembantaian di Karbala, yaitu tepatnya pada tahun 63 H,
sebagian penduduk Madinah diundang ke istana Yazid di Negeri Syam. Di sana
mereka melihat sendiri tabiat dan kelakuan Yazid yang tidak menjalankan syariat
Islam. Maka penduduk Madinah banyak yang hendak mencabut ba’iat yang telah
mereka berikan kepada Khalifah Yazid. Pada saat ini, sekali lagi belum ada
mekanisme pemakzulan khalifah yang sikapnya menyimpang dari ajaran Islam.
Tindakan penduduk Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Hanzhalah yang hendak
mencabut ba’iat membuat Khalifah Yazid meradang.
Khalifah
Yazid mengirimkan 10 ribu pasukan di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah al-Murri.
Terjadilah peristiwa al-Harrah, area sebelah timur laut Madinah. Sekali lagi,
kita merujuk kepada Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa: “Apakah yang
disebut peristiwa Harrah itu? Hasan al-Bashri menyebutkan: “Demi Allah, hampir
saja tidak ada satupun yang selamat dari peristiwa itu. Sejumlah sahabat
Rasulullah dibunuh, kota Madinah dihancurkan, seribu perawan dirusak kegadisannya,
inna lilahi wa inna ilaihi raji’un.” Panglima Perang Muslim bin Uqbah sampai
dijuluki sebagai Musrif alias orang yang melampaui batas, mengingat kekejaman
yang dia lakukan. Ibn Katsir dalam kitab Bidayah wa Nihayah juga mengonfirmasi
kisah-kisah kekejian yang dilakukan Muslim bin Uqbah dalam peristiwa al-Harrah
ini.
Semua lelaki yang ada di Madinah langsung
dibunuh, dari pembantaian ini Sekitar 80 sahabat nabi ikut terbunuh. Kekejaman
ini membantai banyak penghapal Qur’an dan sahabat-sahabat Rasulullah. Tidak
hanya itu, dia juga berusaha melenyapkan Abdullah bin Zubair, keponakan Aisyah
yang saat itu berada di Makkah. Setelah peristiwa al-Harrah, Yazid kemudian menyerang
kota Mekkah. Mekkah berada dalam
pengepungan pada September 683 setelah 'Abdullah bin Zubair menolak untuk
menyerah.
Dalam pengepungan selama beberapa pekan ini,
pihak Umayyah menggunakan ketapel untuk
membombardir Mekkah. Pada 31 Oktober, Ka'bah terbakar dan Hajar Aswad pecah.
Sebagian berpendapat bahwa penyebab kebakaran dikarenakan lontaran katapel
pihak Umayyah, sedangkan yang lain menyatakan bahwa api berasal dari obor
pengikut 'Abdullah bin Zubair yang terkena angin. Pengepungan Mekkah berakhir
setelah Yazid meninggal mendadak pada November 683 dan pasukan Umayyah mundur
ke Syria. Dengan meninggalnya Yazid, 'Abdullah bin Zubair kemudian menyatakan
dirinya sebagai khalifah. Ia menjadi khalifah pesaing bagi Umayyah yang
berpusat di Syria. Di Syria sendiri, kedudukan khalifah diwariskan pada putra
Yazid, Muawiyah
bin Yazid, yang tidak begitu
tertarik dengan urusan pemerintahan.
Itulah kisah kekejaman
pemerintahan Yazid bin Muawiyah yang hanya berlangsung singkat. Kekejaman itu
antara lain Pembunuhan Husain di
Karbala, penjarahan Madinah setelah Perang Al-Harrah, dan rusaknya Ka'bah pada
pengepungan tahun 683 dipandang sebagai tanggung jawab dari Yazid. Secara
kepribadian, Yazid juga dipandang buruk lantaran akhlak dan perilakunya yang
tidak mencerminkan pemimpin umat Islam, seperti gemar mabuk, berburu, dan
memelihara hewan seperti kera dan anjing.
Sumber referensi :
id.wikipedia.org
kaskus.co.id
panrita.id
0 komentar:
Posting Komentar