F KESAKTIAN EDDY TANSIL BERHASIL MENGHILANG TANPA JEJAK!!! ~ PEGAWAI JALANAN

Senin, 27 Juni 2022

KESAKTIAN EDDY TANSIL BERHASIL MENGHILANG TANPA JEJAK!!!

 


Banyak dari kita yang pasti mengetahui tentang Eddy Tansil, seorang koruptor nomor satu pada masanya. Namun setelah kabur dari LP Cipinang pada tahun 1996, Eddy Tansil hingga saat ini tidak berhasil ditangkap kembali. Eddy Tansil sudah terbukti merugikan negara sebesar 565 juta dolar Amerika atau sekirtar 1,5 triliun rupiah saat itu. Mantan Juragan becak ini bahkan disemati dengan gelar sensasional tapi memalukan yakni Koruptor Legendaris Indonesia. Dia kabur bukan ketika hendak diperiksa atau diadili, melainkan setelah berada di dalam tahanan.

Ia bukanlah seorang pejabat negara seperti koruptor pada umumnya. Namun dia telah merugikan negara, sehingga pemerintah menangkapnya karena terbukti bersalah. Dia adalah koruptor Indonesia yang berhasil melarikan diri dari penjara Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Dia kabur saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.

Tidak banyak catatan soal masa-lalu Eddy Tansil. Menurut Sam Setya Utama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008:400), Eddy Tansil lahir pada 1948 di Makassar. Pada paspornya tertulis nama Tan Eddy Tansil alias Tan Tju Fuan, kelahiran Ujungpandang, 2 Februari 1934. Tapi semua koran mengutip: Eddy Tansil, terlahir Tan Tjoe Hong, 2 Februari 1953

Pada tahun 1970 ia mempunyai perusahaan becak, lalu sesudah becak dilarang, ia menjadi agen motor Kawasaki namun tidak bisa bersaing dengan Yamaha dan Honda. Kemudian  pada tahun 1980an, Eddy terlibat usaha perakitan sepeda motor di Tambun, Bekasi. Nama usahanya adalah Tunas Bekasi Motor Company (TBMC). Perusahaan itu bergerak di bidang perakitan sepeda motor Binter dan Bajaj. Belakangan pabrik yang di Tambun dimiliki Salim Group yang saat itu memiliki BCA. Binter sendiri adalah singkatan dari Bintang Terang. (Soebronto Laras, Meretas Dunia Automotif Indonesia (2005:152)

Selain bisnis motor, Eddy Tansil juga memiliki bisnis bir. Pada Tahun 1983, dia mendirikan PT Rimba Subur Sejahtera yang memproduksi Becks Beer yang disebut Bir Kunci di Indonesia. Partnernya adalah pensiunan jenderal bernama Koesno Achzan Jein. Bir itu tidak dijual di Indonesia, produksi birnya itu dikirimkan ke Fujian, Tiongkok. Bisnis bir itu berhasil menambah pundi-pundi uang Edy Tansil. Saking kuatnya pengaruh bir miliknya itu, ia bahkan sampai disebut Bapak Bir Fujian.

Eddy Tansil kemudian membangun PT Golden Key Group (GKG), perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia. Perusahaan itu pun mengajukan kredit ke Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Karena bisnisnya terlihat menjanjikan, akhirnya kredit itu disetujui. Kredit yang mulai diberikan pada tahun 1991 dengan cara ilegal itu, telah membengkak sampai Rp 1,5 triliun pada tahun 1994. Dalam memperoleh kredit ini, Eddy Tansil sempat memanfaatkan katebeletje atau surat sakti yang ditulis Sudomo. (Kees Bertens dalam buku Pengantar Etika Bisnis (2000:220).

Kasus Eddy Tansil kemudian mulai bergulir sejak awal Februari 1994. Ahmad Arnold Baramuli, anggota Komisi VII DPR-RI, mempertanyakan soal pinjaman Eddy Tansil di bank pemerintah yang macet. Baramuli menyatakan ada yang salah dalam prosedur penyaluran kredit itu. Eddy Tansil saat itu berhasil memperoleh kredit ratusan juta dolar Amerika dari Bapindo. (Benny Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2008:1063).

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dan menghukum kepada Eddy Tansil dengan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta serta membayar uang pengganti Rp 500 miliar. Ia juga dihukum membayar kerugian negara sebesar 1,3 triliun rupiah. Eddy Tansil kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Selama satu setengah tahun berada dalam kurungan, Eddy Tansil beberapa kali keluar dari LP Cipinang.

Setelah empat kali keluar penjara, dalam izin keluar yang kelima, pada 4 Mei 1996 Eddy Tansil berhasil kabur. Setelah beberapa waktu lamanya mendekam di LP Cipinang, ia akhirnya melarikan diri bersama keluarganya. Dikatakan, Eddy menyiapkan sebuah mobil Suzuki Carry untuk menyelundupkannya keluar dari penjara. Kaburnya Eddy Tansil juga diduga lantaran adanya kerja sama dengan para penjaga pintu LP Cipinang yang tak memeriksa mobil Carry tersebut saat keluar dari LP Cipinang.

Para penjaga pintu tak memeriksa mobil tersebut karena memercayai komandan jaga bahwa mobil tersebut aman dan tak perlu diperiksa. Dugaan ini membuat sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan telah membantu Eddy Tansil melarikan diri. Setelah kaburnya Eddy, Kepala LP Cipinang kemudian dibebastugaskan. Eddy Tansil Tansil dan keluarga kemudian berpindah-pindah negara untuk menghindari kejaran aparat penengak hukum Indonesia yang semakin kalap untuk menangkap.

Pada 1999, sebuah Lembaga swadaya masyarakat (LSM) pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan bahwa Eddy Tansil tengah menjalankan bisnis pabrik air di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, China. Keputusan untuk kembali melanjutkan pencariaan koruptor nomor satu di Indonesia saat itu, didasari adanya bukti dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukkan bahwa Eddy Tansil telah melakukan transfer sejumlah uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya. Pada akhir 2013, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa keberadaan Eddy Tansil sudah terlacak di China sejak 2011 dan kemudian mengajukan permintaan ekstradisi kepada pemerintah China. Tim Pemburu Koruptor (TPK), sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri telah menyatakan akan segera memburu Eddy Tansil. Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai ekstradisi dan penangkapan yang dilakukan oleh TPK.

Itulah kisah hilangnya koruptor nomor satu di Indonesia yang hilang sampai sekarang. Kasus pelarian Eddy turut mengungkap betapa lemahnya integritas aparat pemerintah ketika berhadapan dengan koruptor. Walaupun telah 26 tahun berlalu, buronan nomor satu tersebut masih dapat menghirup udara bebas. Padahal kerugian negara senilai 565 juta dolar Amerika, jika dikonversikan saat ini bisa mencapai 8 triliun rupiah. Banyaknya aparat yang masih bisa disuap, membuat negara kita seakan kebal hukum bagi orang-orang kaya. Hukum layaknya pisau yang tajam ke bawah mencekik rakyat miskin, sedangkan yang kaya dapat dengan mudahnya bermain dengan hukum. Dari kisah kaburnya Eddy Tansil, juga menjadi citra buruk bagi aparat penegak hukum di  Indonesia.  Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap tersangka korupsi seakan menjadi citra buruk bangsa ini.

Sumber Referensi :     bogoronline.com

makassar.tribunnews.com

nasional.kompas.com

news.detik.com

tirto.id

0 komentar:

Posting Komentar