Terdapat
beberapa teori yang berusaha mengupas misteri tentang candi Borobudur. Diantaranya
mengatakan bahwa candi Borobudur dibangun pada masa dinasti Sailendra dengan
berbagai bukti ilmiahnya. Terdapat pula teori dari KH. Fahmi Basya yang
mengatakan bahwa candi Borobudur dibangun pada masa nabi Sulaiman didukung
dengan berbagai bukti-bukti yang dikemukakannya. Kedua teori tersebut tentu
masih harus dibuktikan. Seperti yang kita ketahui, bahwa selama berabad-abad candi
Borobudur terkubur di bawah lapisan
tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar hingga
menyerupai bukit. Candi Borobudur kembali ditemukan pada tahun 1814 ketika Indonesia
tengah dijajah Inggris.
Penemu candi tersebut
adalah Sir Thomas Stanford Raffles ketika mengunjungi Semarang. Dia mendapat
laporan temuan batu-batu berukir di bukit sekitar desa Bumisegoro, Karesidenan
Magelang. Raffles kemudian mengutus asistennya, Cornelius untuk melakukan penelitian.
Cornelius akhirnya melakukan penelitian pada 1814. Raffles kemudian Menamakan
bangunan megah ini dengan nama BOREBUDUR berasal dari kata Bore dan Budur.
Dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu
desa Bore (Boro), dan “Budur” bahasa jawa diartikan “Purba”, arti
Budur/Bidur bahasa jawa juga berarti “Bisul”. Walaupun pada faktanya tidak
terdapat desa dengan nama Bore disekitar candi.
Jika kita menelusuri di
internet tentang kapan candi Borobudur dibangun, maka kita akan menemukan jawaban
bahwa candi Borobudur dibangun pada tahun 750 M. Johannes Gijsbertus Casparis
,seorang Filolog Belanda menulis dalam disertasinya pada tahun 1954
memperkirakan pembangunan nya sekitar tahun 824 M. namun ini hanyalah sebuah
“Perkiraan” bukan hasil kesimpulan berdasar penelitian ilmiah akademis.
Kitab-kitab yang dikatakan mendasari desain rancang bangunan ini adalah “Shilpa
Shastra” & “Vastu Sastra dari india. Namun Faktanya, semua
kitab-kitab itu baru ada pada abad 5 M, dan Bangunan megah ini telah ada
sebelumnya.
Jika kita melihat dari
peninggalan prasasti-prasasti yang ada, Agama Buddha pertama kali masuk
ke Nusantara Indonesia sekitar pada abad ke-5 Masehi. Karena
Nusantara pada abad 4 -7 M tidak tercatat adanya misionaris india yang datang
ke Nusantara, maka Diduga pertama kali agama Budha dibawa oleh pengelana
dari China bernama Fa Hien. Namun orang-orang Tiongkok dari
Fa-Hien 399-414 M sampai I-Tshing 671 – 695 M, Datang ke Indonesia adalah untuk
“Belajar” dan bukan membawa “Buddhism” dari negaranya.
Kumpulan tulisan Fa Hien
yang dikenal dengan judul "A Record of Buddhist Kingdoms" atau
"Catatan Negara-negara Buddhis",Menulis bahwa di Jawa saat itu
kepercayaan yang berkembang adalah Hindu, Budha, dan kepercayaan animis
(kepercayaan asli). Dalam Catatannya tersebut, secara tidak langsung mematahkan
teori yang mengatakan bahwa agama budha dibawa olehnya. Dan mematahkan teori
yang mengatakan bahwa budha masuk ke Indonesia pada abad ke 5 M. berdasarkan pada buku
"Perjalanan Biksu Tiongkok Fa-Hien di thn 399-414 M, terjemahan dari
Corean Recension teks bahasa Mandarin oleh James Legge memiliki arti sebagai
berikut:
Dengan pergi menumpang kapal dagang
besar Fa-Hian tiba dan berada dan tinggal di sini selama 2 tahun,ia menulis
salinan buku-buku suci (sutra) ia juga melihat dari jarak sepuluh langkah, terlihat
patung dengan corak emasnya ditampilkan dengan jelas dan cerah (arca kayu lapis
emas).
Di antara orang-orang yang telah
datang kesini mengatakan bahwa Seribu Pelajar telah mengambil sumpah (wisuda)di
sini semuanya "meninggalkan bayangan" (Equinox di Muara Takus,Bukan
di Srilangka atau Palembang). Mengikuti
sungai Po-Nai (adalah sungai Pana'i,kampar) di tempat "di mana para
pelajar pernah tinggal di situ dan melakukan gerakan "berjalan
berputar" mengelilingi "Tope"/Stupa juga 4 guru duduk di 4
sudut, di tempat ini "Menara" telah didirikan (situs muaratakus).
Dari sini terus pergi ke timur
hampir lima puluh yojana kami tiba di kerajaan "Tamralipti" (yang
dimaksud Fa-Hien ini adalah Langka Puri/Sijangkang/Katangka/Kota angka). Ini di mulut laut, ada 24
sangharamas di sini,semuanya memiliki imam tetap dan hukum "Dhamma"
dihormati, ini area barat situs di bukit katangka sekarang. pergi ke barat 300
langkah,menemukan tempat tinggal di antara bebatuan,bernama goa
"Pippala",di mana para pelajar secara teratur duduk bermeditasi… di
sebelah barat jalan,kami menemukan taman Bambu Karanda,di mana sangharama lama
masih ada....
Lokasi yang di maksud
Fa-Hien 399-414 M adalah di Svarnadvipa yang juga di kunjungi I-Tshing 671 -
695 M, tepat nya di area kota suci yang land marknya "Muara Takus"
goa "Pippala" adalah Lobang Koliong/Lobang Hitam di sebut masyarakat
setempat dan taman Bambu Karanda adalah Koto bambu kuning/Koto
Soghiok,sangharama lama ini adalah "Perguruan dewa
dewi/"Nanlanda" masyarakat menyebut nya.
Sedangkan Buku terjemahan bahasa
Inggris dari catatan perjalanan Xuanzang/ Hieun – Tsang 602 – 664 M oleh Samuel
Beal tahun 1884 memiliki arti sebagai berikut.
Di sebelah timur ada saṅghārāma dan
di tengah-tengah hutan āmra adalah tembok fondasi tua,ini adalah tempat
Bodhisattva Asa Asga menyusun śāstra yang disebut Hin-yang-shing-kiau.(Fondasi
tua adalah sisa reruntuhan Universitas Dharmapala,arah Timur situs). Sebelah barat daya kota 8 atau 9 li
adalah sebuah batu yang berdiam di Nāga Tathāgata meninggalkan bayangannya di
sini,ini adalah tradisi,tidak ada sisa bayangan yang terlihat (Equinox).
Di sisi kota adalah saṅghārāma tua,
yang ada dinding pondasinya saja, di sinilah Dharmapāla Bodhisattva membantah
argumen para bidat (ajaran sesat), di sampingnya ada stupa yang dibangun oleh
rāja, sekitar 200 kaki tingginya,ada stupa,para murid yang menderita
penyakit,dengan berdoa di sini kebanyakan disembuhkan,di dekat ini ada bekas
tanda di mana Tathāgata berjalan ke sana kemari (Pradaksina/Prasawiya/Tawaf
dilokasi situs muaratakus). 24
"Sangharamas" yang di lihat Fa-Hien adalah berada di Bagian Barat
sudut Timur "Kota Suci", atau "Muotakui" adalah sebutan
terdahulu area ini sebelum di sebut "Muara Takus".
Sangharama/universitas
pusat pembelajaran "Dharmic"di Svarnadvipa bernama "Dharma
Phala", sangharama cabang di india "Nalanda" cabang di java
Vhwănā Çhaķâ Phalā kini bernama Borobudur, Laku atau cara kontemplasi
"Topo" ini tampil pada stupa atas nya. Vhawana Sakha
Phala,"Borobudur" ber palsafah ajaran asli Nusantara,Rincian prosesi
kontemplasi spiritual Topo yaitu : Toponing Jasad,Toponing Hawa Nafsu,Toponing Budi,
Toponing
Suksmao, Toponing Cahyo, dan Toponing Gesang.
Tiga tahapan Borobudur adalah
Gambaran yg menjelaskan "BHAWANA TRAYA" ,BHAWANA berarti
"Jagad" atau alam kehidupan,"Bhawanatraya" adalah tiga alam
kehidupan yang ada di dalam semesta ini, bukan kamadatu, rupadatu, dan arupadatu
istilah india. Pada relief dasar yg saat ini tdk di expose terdapat tulisan
" SVARGGA, ini bukan istilah arab , Kata arab adalah "Jannah", di
india "Nibana", Dan "Nibana" bukan "Svargga", Ajaran
asli Nusantara maju terdahulu "Dharma" terekam pada budaya asli
Nusantara.
3 alam kehidupan tercermin dlm 3
Tahapan Borobudur yaitu, Bhawana Langgeng (alam kekal), Bhawana Driyo (alam
lahiriah), dan Bhawana Triya (alam rohaniyah). Dalam sunda wiwitan di sebut
dengan Buwana Niskala, Buwana alam tengah dan Buwana nyungcung,Sasaka Domas. Budaya
Batak, Parmalim membagi tiga besar pola alam "Banua" atau
"Buana" yaitu, Banua Ginjang (Alam sorgawi), Banua Tonga (Alam
dimensi kita), dan Banua toru (Alam maut). Budaya suku "Asmat"
mengenal tiga konsep dunia yaitu, Ow Capinmi (Alam sekarang), Dampu ow Capinmi
(Alam persinggahan), dan Safar (Surga).
“Moksartham jagahita ya ca iti
dharma” Artinya “Dharma" bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan
kesejahteraan hidup jasmani, Ini lah palsafah dasar utama leluhur Indonesia
terdahulu "Dharma/Dhamma".
Di Svarnadvipa Nusantara
pada masa yang lebih tua lagi,jauh sebelum zaman Veda 6.500 SM telah ada ajaran
yang di anut yaitu “Dharma” ajaran asli Nusantara kaum Saka nenek moyang kita, disinilah
sumber awal ajaran “Dharmic Original”. Çhri Janaýasã pada 6 Masehi,
adalah Putra
Nusantara pelopor “Dharmic Original” Landmark di “Muotakui” yang kini disebut
Candi “Muara Takus”.
Para ahli
dari Barat memandang Hinduisme adalah peleburan
atau sintesis dari berbagai tradisi dan kebudayaan di India, dengan
pangkal yang beragam dan tanpa tokoh pendiri tumbuh berdampingan dengan
Buddhism hingga abad ke-8. Terdapat teori yang mengatakan bahwa Pangkal
dari “Hinduisme” adalah “Brahmanisme” ajaran Weda Kuno atau berbasis “Vedic” yang
di bawa kaum Saka/Cakya/Çaka/Aryān artinya pemahaman ini di bawa oleh pendatang,
kemudian tumbuh menjadi agama oleh bangsa asli India bernama “Dravida”.
Asal-usul Agama di lndia dimulai masuknya Bangsa Arya/Cakya/Saka yang membawa
perubahan yang sangat besar dalam tata kehidupan masyarakat India sejak 3.102
SM sampai 1.300 SM. Dapat kita katakan bahwa orang-orang nusantara bukanlah
orang -orang yang membawa agama hindu budha ke India. Tetapi orang-orang
nusantara adalah orang-orang yang mendasari lahirnya Hindu, Buddha, dan Jaina di India.
Maka dari itu, Arya
bukanlah penghuni pertama India. Ini Karena peradaban Harappa “Dravida” telah ada
jauh sebelum kedatangan bangsa Arya. Ini membuktikan bahwa bangsa Arya atau
budaya Veda bukanlah sumber tunggal awal peradaban di India, melainkan berasal
dari tempat lain. Bangsa “Arya” kemudian melakukan integrasi kebudayaan dengan
Bangsa asli india “Dravida” dan selanjutnya integrasi ini melahirkan 3 agama
india. Bangsa Arya setelahnya mulai menulis kitab-kitab suci Weda, Kitab suci
ini dituliskan dalam 4 bagian seperti Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, dan
Atharwa Weda. pendatang inilah orang-orang yang berasal dari Nusantara, nenek
moyang leluhur kita kaum Saka/Cakya/Çaka/Aryān, Literasi kata ini terekam
sempurna di Borobudur, dengan kata “Maheçãkhya”.
Seperti yang pernah kita
bahas sebelumnya, hal ini disebabkan karena China dan India bukanlah
orang-orang yang terbiasa dengan lautan. Maka dalam kalimat Mahabharata
Udyoga Parva :108 dapat di tafsirkan bahkan di simpulkan bahwa “Timur” ini awal
mula “Ajaran” sebelum di bukukan menjadi kitab bernama “Veda” , lokasi yang di
tunjuk sebagai “Timur”, disinilah Sang Pencipta alam semesta pertama kali menyanyikan
“Veda”. Artinya literasi kata “Timur”,pada kutipan di atas adalah, Asia
Tenggara Nusantara Indonesia, di sinilah ajaran “Dharmic Original”
berawal,berasal dan di pelajari jauh sebelum adanya ajaran yang terlahir di
India.
Jadi pangkal dari “Hinduisme”
adalah “Brahmanisme” ajaran Weda Kuno atau berbasis “Vedic” yang di bawa kaum
Saka/Cakya/Çaka/Aryān. Literasi teks kata Çãkyã tertera di relief dasar
Borobudur, kini tidak dapat dilihat karena ditutup. Çaka adalah kaum leluhur
Nusantara, tertulis pada relief dasar Vhwãnã Çakã Phãlã/Borobudur dengan teks
literasi kata Māhéçãkyã , Bangsa Çãkyã/Şàkyà/Schytia/Saka,Aryān yang Agung, Kaum
“Çaka”sudah ada lebih dahulu jauh dari 78 M dari saat menaklukan Raja
“Salivahana” india, Angka tahun 78 M ini yang di salah tafsirkan untuk
menghitung awal tahun Saka di prasasti.
Berbagai
praktik budaya baru seperti ritual pengorbanan yang semuanya membentuk dasar
budaya “Hindu/Veda” awal, dasarnya adalah Ajaran leluhur kita “Dharmic” adalah
Dharma/Dhamma/Dhamo terekam pada literasi kata Kųsãlädhãrmãbæjănā di figura
dasar relief Borobudur. Jadi dapat dikatakan benar jika Hindu Buddha berasal
dari India. tetapi tidak benar jika kita mengatakan situs-situs di Indonesia
berdasar Hindu Buddha dari india.
Ajaran asli Nusantara
"Dharmic" di masa terdahulu di pelajari di svarnadvipa tergambar
lengkap di Borobudur, tersimpan sempurna pada budaya Bali. di
situs-situs Borobudurlah “Ajaran” yang mendasari lahirnya Hindu, Buddha dan
Jaina yang dibawa oleh kaum “Çaka/Saka/Çakyā/Aryā. Kaum tersebut adalah leluhur
kita yang keluar membawa ajaran dari Indonesia. Jadi situs-situs di Nusantara tidak
pada ajaran yang terlahir di India Buddha/Hindu. Tapi ajaran yang tergambar di
situs-situs Nusantaralah yang mendasari lahir dan tumbuhnya Buddha, Jaina dan
Hindu di india.
Sumber Referensi : anekafakta.com
brainly.co.id
kompas.com
penjuru.id
sarana-hindubali.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar