Saat ini sedang hangat isu dan kabar bahwa keturunan PKI atau Organisasi Underbownya boleh mendaftar menjadi anggota TNI. Isi TAP MPRS Nomor 25 1966 kembali menjadi sorotan tatkala Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa memperbolehkan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ikut dalam seleksi calon prajurit. Seperti yang santer diberitakan Panglima TNI menyampaikan, apabila panitia seleksi menggagalkan calon prajurit karena alasan keturunan PKI, maka keputusan itu tidak memiliki dasar hukum. Secara tegas, Panglima memerintahkan kepada panitia seleksi penerimaan Prajurit TNI tahun 2022 agar menghapus pertanyaan soal hubungan kekerabatan calon prajurit dengan PKI.
Panitia Seleksi, tidak boleh membuat aturan dan larangan yang tidak memiliki dasar hukumnya, termasuk terkait hubungan kekerabatan calon prajurit dengan PKI dan organisasi sayap (underbow) PKI itu yang ditekankan Panglima TNI saat ini.
Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 juga pernah menjadi sorotan dan kontroversi ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden. Kala itu, Gus Dur mewacanakan akan mencabut aturan tersebut. Isi keputusan ini adalah pelarangan PKI beserta underbouw-nya dan pengharaman ajaran komunisme, marxisme, leninisme di seluruh wilayah Indonesia. Bagi Gus Dur, Tap MPRS tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Faisal Ismail dalam buku NU: Moderatisme dan Pluralisme (hlm 325: 2020) menuliskan, alasan Gus Dur ingin mencabut Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 karena ingin menghapus diskriminasi politik yang selama ini diberlakukan bagi anak dan cucu eks-anggota PKI. Dalam keyakinan Gus Dur, tulis Faisal, semua warga negara memiliki hak politik yang sama tanpa harus terbebani dengan apa yang telah dilakukan pendahulunya.
Selain itu, eks Menteri Riset dan Teknologi era Gus Dur, Prof AS Hikam mengatakan, alasan Gus Dur ingin mencabut Tap MPRS tersebut karena mau melakukan rekonsiliasi walaupun kala itu ia dihujat dan dicaci maki oleh lawan politiknya. AS Hikam mengatakan, landasan rekonsiliasi itu adalah Pancasila dan konstitusi UUD 1945. Menurut dia, kala itu Gus Dur tidak ingin negara cuma melindungi satu kelompok saja. Gus Dur juga menekankan, semua elemen bangsa harus terlindungi sama dengan kelompok mayoritas. Namun, langkah Gus Dur yang ingin mencabut Tap MPRS No 25 Tahun 1966 itu mendapat penolakan, salah satunya adalah Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Ia tidak setuju kalau PKI dan Komunisme diberi kesempatan dan berusaha mempengaruhi pemerintah agar tidak mencabut Tap MPRS No 25 Tahun 1966.
Dari kedua konteks kisah atau cerita ini dapat kita simpulkan, bahwa kedua pemimpin tersebut sebenarnya bertujuan baik jika kita cermati. Akan tetapi jika niatnya untuk menghabus TAP MPRS tersebut, sepertinya kurang tepat, karena sangat berbahaya untuk persatuan bangsa ini dimasa yang akan datang, berbekal dari pengalaman sejarah masa lalu kita yang berdarah-darah. Bukankah bangsa kita dibangun atas dasar panca sila yang salah satu pasalnya berbunyi "persatuan Indonesia". Artinya semua warga negara yang ada di Indonesia harus bersatu.
"Kemanusiaan yang adil dan beradab" artinya keadilan harus tercipta untuk seluruh rakyat tidak pandang suku dan agamanya.
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" artinya seluruh rakyat Indonesia harus mendapatkan keadilan secara menyeluruh, semuanya mendapatkan hak yang sama atas pekerjaan, pendidikan, ekonomi,dan lain sebagainya termasuk menjadi abdi negara.
Dari ketiga sila itu, jika kita masih menerapkan diskriminasi terhadap kelompok lain maka kita akan terlihat bertentangan dengan apa yang sudah menjadi dasar negara kita bersama. Akan tetetapi semuanya harus sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan, semua warna negara Indonesia mendapatkan hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan posisinya masing-masing yang tertuang dalam Pancasila maupun UUD45, tidak pandang suku agama dan aliran politiknya, asalkan tidak bertentangan dengan pancasila, UUD45 dan peraturan lainnya, termasuk TAP MPRS NO 25 1966 yang sedang kita bahas ini.
Jika memang ada yang terindikasi menyebarkan faham komunisme, marxisme, leninisme atau membangkitkan PKI, jelas sekali itu terlarang dan ilegal dinegara kita karena dasar hukumnya jelas masih ada dan masih berlaku. Akan tetapi anak cucu keturunan eks PKI atau organisasi dibawahnya tidaklah dapat diberikan label yang sama seperti nenek moyangnya yang mantan anggota PKI misalnya, karena mereka tidak bisa memilih mau lahir dari siapa.
Jika kita ingin menjadi bangsa yang besar memang sudah sepantasnya kita saling memaafkan atas kejadian-kejadian masa lalu dengan catatan jangan diulangi lagi dan jangan ada balas dendam. Jika masih seperti itu saling balas dendam maka dipastikan energi kita untuk membangun negara ini pasti akan habis menguap, dan hanya akan menghasilkan permusuhan dari masa ke masa.
Mungkin dari kita masih ada yang belum tahu apa isi dari TAP MPRS tersebut, berikut ini adalah isi dari TAP MPRS NO 25 tahun 1966 yang ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada tanggal 5 Juli 1966.
Pasal 1
"Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerahan beserta semua organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3 1966 dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut di atas menjadi Ketetapan MPRS".
Pasal 2
"Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segara bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta Media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang".
Pasal 3
"Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR, diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan".
Pasal 4
"Ketentuan-ketentuan di atas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif dunia politik luar negeri Republik Indonesia".
Dari keempat pasal tersebut garis besarnya adalah KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI SELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME.
Itulah isi dari TAP MPRS NO 25 1966, apa yang dilakukan kedua tokoh bangsa tersebut sebenarnya tidak salah secara kemanusiaan, karena kita adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi dengan pengalaman sejarah yang cukup panjang mungkin masih menimbulkan sedikit trauma di masyarakat yang dalam hal ini yang berkaitan dengan komunisme, karena dalam benak masyarakat komunis itu identik dengan darah yang tertumpah. Revolusi-revolusi berdarah diseluruh dunia bahkan dinegara kita sendiri sudah cukup membuat kita terauma dengan komunis. Bagi saudara-saudara yang memang dahulu kakek atau ayah atau buyutnya anggota PKI, kalian tetap saudara sebangsa setanah air, buktikan kalian juga punya andil dalam membangun negara ini bukan seperti yang ditakutkan sebagian orang. Semoga waktu yang akan menjawabnya.
Sumber : https://tirto.id dan https://kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar