Kalau ada negeri Islam yang
selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik
serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu
adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti
Mamalik/Mamluk. Seperti yang kita ketahui kekaisaran Mongol adalah salah satu
kekaisaran yang memiliki pasukan-pasukan kuat yang terkenal pada masa itu.
Kekaisaran Mongol mencakup Mongolia di Asia Timur, membentang hingga Eropa
Timur dan sebagian Eropa Tengah ke Laut Jepang, Arktik, anak Benua India, Asia
Tenggara Daratan, dataran tinggi Iran, Levant, Pegunungan Carpathia dan ke
perbatasan Eropa Utara. Selain kekaisaran Mongol dengan pasukan kuatnya, adapula
pasukan salib yang tidak kalah hebatnya kala itu. Namun tidak satupun pasukan
kuat itu yang dapat menghancurkan dinasti Mamluk di Mesir.
Sultan yang paling sering kita dengar ketika
berbicara dinasti Mamluk adalah Saifuddin Al-Qutuz. Saifuddin Al-Qutuz dikenal
karena dapat menghancurkan pasukan Mongol yang dibantu oleh kesatria
Templar. Pada tanggal 3 September 1260,
Qutuz memimpin pasukannya mengalahkan pasukan Mongol dibawah
pimpinan Kitbuqa dalam pertempuran yang sangat terkenal
yaitu Ain Jalut. Pasukan Mongol yang tidak pernah terkalahkan
sebelumnya berhasil dihancurkan dengan sangat meyakinkan dan kemudian dipukul
mundur dari wilayah Syria.
Namun dibalik hebatnya kepemimpinan
Qutuz, dia didukung oleh panglima kuatnya yang bernama Baybars. Baybars menjadi
sultan selanjutnya menggantikan Qutuz tidak lama setelah terjadinya perang
besar tersebut. Baybars inilah pemimpin perang yang tidak banyak dikenal namun
dialah salah seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas. Ia pula yang
dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.
Baybars adalah seorang Kipchak yang diperkirakan
lahir di Dashti Kipchak antara sungai Volga dan Ural, pantai utara Laut Hitam.
Ia termasuk dalam suku Barli. Menurut
Badrudin Baysari, seorang saksi mata dizamannya, Barli melarikan diri dari
tentara Mongol, dan menetap di Kekaisaran Bulgaria Kedua.
Mereka menyeberangi Laut Hitam dari tempat asal
mereka , menuju Bulgaria sekitar tahun 1242. Tidak lama setelah itu, bangsa
Mongol menyerbu Bulgaria, termasuk wilayah tempat para pengungsi baru ini
menetap. Baybars, yang menyaksikan
orang tuanya dibantai, bersama Baysari masuk di antara tawanan yang dijual
sebagai budak kepada Kesultanan Rum di pasar budak Siwas. Setelah itu, ia
dijual ke Hama kepada ‘Alauddin dikin al-Bunduqar. Ia lalu dibawa oleh seorang
Mesir berpangkat tinggi ke Kairo. Pada tahun 1247, al-Bunduqar ditangkap oleh
sultan Mesir Najmuddin Ayyub, dan menyita budak-budaknya, termasuk Baybars.
Hingga akhirnya Baybars sukses berkarir di dunia militer, pada masa dinasti
Ayyubiyah.
Dalam karir militer, Baybars memiliki sahabat
yang saling bersaing bernama Aybak. Aybak dan Baybars memiliki kelebihan
masing-masing pada diri mereka. Kehebatan mereka dalam bidang militer ini
menjadikan mereka pengawal Sultan al-Malik al-Salih. Ketika al-Malik
al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta
sebagai Sulthan. Golongan Mamalik merasa terancam
karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi dari
pada mereka.
Istri al-Malik
al-Salih, Syajarat al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan
Mamalik berusaha menghasut Aybak agar membunuh Turansyah. Syajarat mengatakan
jika ia membunuh Sultan, maka dia dapat menaikan derajat dirinya dengan menjadi
sultan, dan ia juga dapat mempersunting dirinya, serta menikmati kekayaan
sebagai sultan Mesir.
Aybak yang telah bersekongkol
dengan ibu tiri Turansyah ini, kemudian membunuh Turansyah yang kala itu
menjadi Sultan. Syajarat kemudian mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan
kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarat
al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Kemudian Aybak menagih janji, dan
menikahlah Aybak dengan Syajarat.
Dari sinilah awal berdirinya
dinasti Mamalik/Mamluk, Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak.
Dinasti Mamalik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah
orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai
budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.
Dengan meninggalnya Sultan
Turansyah maka berakhirlah dinasti Ayyubiah. Aybak yang kala itu memiliki
pemikiran jika Syajarat memiliki niat untuk menyingkirkan Sultan agar ia dapat
menjadi pemimpin di mesir maka ada kemungkinan ia akan disingkirkan pula. Maka
Aybak pun akhirnya membunuh Syajarat agar ia tidak dibunuh oleh Syajarat.
Syarajat pun mati dibunuh namun tidak diketahui siapa pembunuhnya.
Aybak saat itu telah menjadi
sultan dan berniat menjadikan Baybars sebagai Jenderal pasukannya. Namun
Baybars yang mengetahui bahwa kini sahabatnya masuk ke dalam intrik politik,
maka Baybars pun menolak dan memilih pergi ke Suriah. Aybak berkuasa
selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh
anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada
tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz.
Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri
ke Syria karena tidak senang dengan
kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Hal ini dikarenakan di awal
tahun 1260 M Mesir terancam dari serangan
bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia
Islam.
Baybars yang telah Kembali ke
Mesir merasa heran karena yang berkuasa saat itu bukan lagi sahabatnya. Yang
menjadi Sultan kala itu ialah Saifuddin Al-Qutuz, seorang juniornya Ketika
berada di Korps Mamluk. Setelah bercerita panjang lebar kepada Sultan Qutuz,
Sultan kemudian mengangkat Baybars sebagai komandan pasukan yang berada di
barisan paling depan sedangkan Sultan Qutuz berada di barisan belakang.
Pada tahun 1260, seorang utusan dari Mongol tiba
di Kairo. Ia menyampaikan bahwa Gerombolan Mongol yang tak terkalahkan sedang
dalam perjalanan ke Mesir, dan hanya penyerahan tanpa syarat dari Sultan yang
mampu mencegah kehancuran. Baybars
yang saat itu telah diangkat menjadi Jendral besar dari Sultan Al-Mudzaffar
Saifudin Qutuz menolak untuk menyerah. Utusan Mongol itupun akhirnya dipancung
dan kepalanya dikirim kembali untuk Khan dalam sebuah kotak. Sebuah Isyarat
bahwa mereka bersiap untuk perang.
Saat itu Mongol berada di bawah komando cucu
Jenghis Khan, Hulagu Khan. Mereka telah menghancurkan Kekaisaran Asia Tengah,
Kekaisaran China, 8 hari menjarah Baghdad, kemudian membunuh Khalifah (pemimpin
Muslim) dengan menggulungnya di karpet Persia dan menginjak-injaknya dengan
kuda.
Mereka meratakan Damaskus. Dan sekarang
satu-satunya hal yang berdiri di antara Kekaisaran Mongol dan Yerusalem, Mekah,
dan Kairo adalah pasukan Sultan Mesir Saifudin Qutuz dan Baybars. Baybars
menjadi komando seluruh Tentara Mesir, bertemu dengan orang-orang Mongol di
tempat yang disebut Ain Jalut – “Kolam Goliat” – di utara Yerusalem.
Qutuz dan Baybars berperang
bersama di Ain Jalut melawan kekaisaran Mongol. Kedua belah pihak berkemah di
tanah suci Palestina pada bulan Juli 1260 dan akhirnya berhadapan di Ain Jalut
pada tanggal 3 September dengan kekuatan yang hampir sama. Taktik yang dipakai
oleh panglima Baybars adalah dengan memancing keluar pasukan berkuda Mongol
yang terkenal hebat sekaligus kejam kearah lembah sempit sehingga terjebak baru
kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh
yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut. Akhirnya
taktik ini menuai sukses besar. Pihak Mongol terpaksa mundur dalam kekacauan
bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa berhasil ditawan dan akhirnya
dieksekusi.
Bangsa Mongol berhasil
ditumpas. Dalam perjalanan pulang ke Mesir, Baybars meminta kenaikan kekuasaan,
dengan Syiria sebagai wilayah kekuasaannya permintaan ini ia ajukan langsung kepada
Sultan Saifudin Qutuz, tapi Sultan menolak dan Baybars membunuhnya lalu merebut
Benteng Kairo, dan memilih gelar untuk dirinya yaitu Al-Malik al-Zahir, yang
berarti “Raja Penakluk.” Pendapat lainnya mengatakan bahwa Baybars mengetahui
bahwa sahabatnya yaitu Aybak, sebenarnya mati karena dibunuh oleh Qutuz.
Setelah Baybars naik ke
Kesultanan, otoritasnya segera dikonfirmasi tanpa perlawanan serius, kecuali
dari salah satu amir Mamluk lain yang populer dan cukup kuat untuk mengklaim
Damaskus, yaitu Sinjar al-Halabi. Pada tanggal 17 Januari 1261, pasukan Baybars
berhasil mengusir pasukan Sinjar keluar Damaskus, dan melanjutkan serangan ke
kota, di mana warganya banyak yang setia kepada Sinjar dan melawan Baybars,
meskipun demikian, perlawanan mereka segera dapat dihancurkan.
Sebagai sultan, Baybars terlibat seumur hidupnya
dalam perjuangan melawan Tentara Salib di kerajaan kerajaan kristen di Suriah.
Salah satu sebabnya Karena orang-orang Kristen disana telah membantu Mongol.
Baybars memulai ekspedisi atas Kerajaan Antokhia , yang telah menjadi wilayah
bawahan Mongol dan telah berpartisipasi dalam serangan terhadap wilayah –
wilayah Islam di Damaskus dan Suriah.
Pada tahun 1263, Baybars mengepung Acre, ibu
kota Kerajaan Yerusalem, lalu kemudian Nazaret. Dia melancarkan pengepungan
panjang untuk mengalahkan kerajaan Salib seperti pengepungan Arsuf, yang
berlangsung selama 40 hari, sejak 21 Maret hingga 30 April. Setelah berhasil
menerobos masuk ke kota, Baybars menawarkan jaminan keamanan kepada para
Knights yang bertahan jika mereka menyerahkan benteng mereka yang tangguh.
Ksatria Arsuf pun menerima tawaran Baybars, lalu Baybars meratakan kastil
mereka hingga rata dengan tanah.
Selanjutnya Baybars menyerang Etlith dan Haifa,
di mana dia berhasil merebut kedua kota tersebut setelah menghancurkan pusat
kekuatan tentara salib di Arsuf, dan meruntuhkan bentengnya. Pada tahun yang
sama, Baybars mengepung benteng Safed, yang berada dibawah kekuasaan ksatria
Templar. Benteng ini pernah ditaklukkan oleh Shalahuddin pada tahun 1188, akan
tetapi kembali ke Kerajaan Yerusalem pada tahun 1240.
Kemudian, pada tahun 1266,
Baybars menyerbu negara Kristen Armenia Kilikia yang berada di bawah Raja
Hethum I, karena telah tunduk kepada Kekaisaran Mongol. Setelah mengalahkan
pasukan Hethum I dalam Pertempuran, Baybars berhasil menguasai tiga kota besar
wilayah hethum, yaitu Mamistra, Adana, dan Tarsus, hingga ketika Hethum tiba
dengan pasukan Mongol, negara itu sudah hancur. Untuk itu hethum harus
bernegosiasi atas pengembalian putranya Leo dengan memberikan kendali atas
benteng perbatasan Armenia kepada Mamluk. Pada 1269, Hethum turun tahta demi
putranya, dan menjadi seorang biarawan, lalu dia meninggal setahun kemudian.
Pertempuran demi pertempuran terus terjadi
antara Islam melawan persekutuan antara Pasukan salib dan mongol, namun tidak
ada satupun wilayah Kerajaan Islam yang jatuh ke tangan musuh pada waktu itu.
Justru dibawah kepemimpinan Sultan Baybars, wilayah negara Islam semakin
meluas. Membentang dari Antokia, Tripoli, Acre, sepanjang mesir, hingga Nubia.
Jika hari ini wilayah terebut meliputi negara Syiria, Palestina, Mesir, Libia,
dan Sudan. Baybars adalah penguasa populer di Dunia Islam yang telah
mengalahkan tentara salib dalam tiga periode perang salib, dan mengakibatkan
kekalahan besar bangsa Mongol dalam Pertempuran Ain Jalut, yang oleh banyak
sejarawan dianggap sangat penting secara makro-historis. Untuk
mendukung kampanye militernya, Baybars memproduksi persenjataan, kapal perang,
dan kapal kargo. Dia juga bisa dibilang orang pertama yang menggunakan meriam
tangan dalam perang, pada Pertempuran Ain Jalut. Baybars meninggal di Damaskus
pada 1 Juli 1277. Kematiannya telah menjadi bahan spekulasi para sejarawan.
Banyak sumber setuju bahwa dia meninggal karena meminum minuman beracun yang
ditujukan untuk orang lain. Catatan lain menunjukkan bahwa dia mungkin
meninggal karena luka saat berkampanye, atau karena sakit. Ia dimakamkan di
Perpustakaan Az-Zahiriyah di Damaskus.
Itulah kisah tentang Baybars, sang Sultan dari Mesir yang berhasil
mengalahkan kekaisaran Mongol yang dikenal tidak terkalahkan. Bahkan pasukan
Baybars adalah satu-satunya pasukan yang dapat menang ketika berhadapan
langsung dengan kekaisaran Mongol. Memang kekaisaran pernah kalah di Jepang,
Vietnam, dan Jawa, namun kekalahan di jepang karena cuaca badai, di Vietnam
karena penyakit dan kelaparan. sedangkan di Jawa karena medan yang tidak cocok
dengan pasukan berkuda dan dikatakan karena para pasukan yang dibuat mabuk.
Bahkan kekuatan pasukan salib yang telah beraliansi dengan pasukan Mongol dapat
dikalahkan. Baybars Albunduqdari adalah seorang pejuang Muslim bermata
biru yang menjadikan kairo sebagai pusat pemerintahannya. Dia pula berupaya
melakukan Islamisasi di Kekaisaran Mongol yang menyebabkan banyak dari pembesar
Mongol yang memeluk Islam.
Referensi :
guru gembul channel,
historia.id,
ilalang.net,
repository.ugm.ac.id,
wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar