Dunia
sedang bergejolak di tengah memanasnya perseteruan antara Rusia dan Ukraina.
Rusia mulai melakukan serangan militer pada 24 februari 2022 serta memerintahkan Ukraina untuk
menarik senjata dan pasukannya dari perbatasan. Bahkan Vladimir Putin mengatakan
dengan tegas kepada negara lainnya bahwa Siapa pun yang mencoba menghalangi, apalagi
menciptakan ancaman bagi negara Rusia dan rakyatnya, maka Rusia akan segera membalasnya dan mengarah pada konsekuensi yang tak pernah dihadapi dalam
sejarah. Presiden Rusia pun dengan tegas siap menanggung apapun resikonya.
Lantas apakah yang membuat kedua negara ini berseteru hingga menggunakanan
kekuatan militer untuk masalah tersebut?
Hubungan
Ukraina dan Rusia sebagai negara maupun suku bangsa memiliki masa lalu yang
panjang, rumit, dan kadang diwarnai konflik. Dua negara ini berasal dari
kerajaan Kievan Rus. Wilayah itu membentang di bagian-bagian yang kini disebut,
Rusia, Ukraina, dan Belarus pada abad ke-9 hingga abad ke-13. Penduduk Rusia
dan Ukraina utamanya adalah penduduk Eastern Slaves, keturunan emigrant Slavic
dari lembah Danube dan Elbe selama awal abad pertengahan. Mereka terpisah berabad-abad
lalu, menjadi tiga kelompok. Kelompok terbesar adalah Great Russian (Rusia
Besar), yang menempati wilayah pedalaman utara, dan timur Rusia. Pusat sejarah
mereka adalah Moscow di sungai Moscow, ibukota kerajaannya Muscovy. Little Russian atau Rusia kecil (Rutherians,
Ukrainians) menempati wilayah selatan dan barat daya Rusia. Pusat sejarah
mereka adalah kota suci Kiev di Dnieper. Dan White Russian mendiami wilayah
barat, di wilayah-wilayah yang pernah dikuasai Lithuania.
Tiga
bangsa Rusia ini berbicara Bahasa Slavic tetapi dengan dialek yang berbeda.
Perbedaan dialek ini cukup untuk mencegah seorang Muscovite bisa memahami
seorang Ukrainian dan mencegah keduanya untuk bisa berkomunikasi dengan White
Russian. Untuk kesusasteraan dan tujuan resmi, dialek Moscow digunakan
dimana-mana. Tiga bangsa Rusia ini juga Bersatu dalam aliansi umum dengan
gereja ortodoks. Gereja ortodoks adalah cikal bakal dari gereja Yunani abad
pertengahan, yang melahirkan banyak doktrin dan ritual. Hingga Revolusi Rusia pada
1917, Tsar tetap menjadi kepala gereja, dan memiliki wewenang membuat dan
membatalkan semua penunjukkan untuk jabatan eklesiastikal. Pecahnya Rusia sejak
perang dunia membuat Sebagian besar bangsa-bangsa diperbatasan membentuk negara
independent.
Dalam perjalanannya,
Rusia dan Ukraina memang sudah terlibat konflik pada tahun 1917 saat terjadinya
Revolusi Februari dan Revolusi Bolshevik. Setelah Revolusi
Februari, terbentuk hubungan antara Pemerintahan Sementara
Rusia dengan Republik Rakyat Ukraina. Perwakilan dari Pemerintah
Rusia adalah Petro Stebnytsky dan perwakilan dari Pemerintah Ukraina adalah
Dmitriy Odinets. Revolusi Bolshevik atau Revolusi Oktober adalah buntut
dari Revolusi Februari di awal tahun. Revolusi Februari telah
menggulingkan pemerintahan otokrasi Tsar, menghasilkan pemerintahan
sementara. Pemerintahan sementara telah mengambil alih kekuasaan setelah
diproklamirkan oleh Adipati Mikhail, adik Tsar Nikolai II, yang
menolak untuk mengambil alih kekuasaan setelah Tsar lengser. Selama waktu ini,
pekerja perkotaan mulai mengorganisir ke dalam dewan (soviet) di mana kaum
revolusioner mengkritik pemerintah sementara dan tindakannya.
Pemerintahan sementara
tetap sangat tidak populer, terutama karena terus berperang dalam Perang
Dunia I, dan tetap memerintah dengan tangan besi sepanjang musim panas
(termasuk membunuh ratusan pengunjuk rasa di Hari-hari Juli). Setelah
agresi militer Soviet di awal tahun 1918, Ukraina menyatakan kemerdekaan secara
penuh dari Rusia. Dua perjanjian Brest-Litovsk yang ditandatangani Ukraina,
Rusia, dan Blok Sentral meredakan konflik militer di antara mereka
dan perundingan damai kemudian dimulai pada tahun yang sama. Dalam perjanjian
tersebut, Blok Sentral, yang mencakup pemerintah Austria-Hongaria, Bulgaria,
Jerman dan Turki, secara resmi mengakui kemerdekaan Ukraina dari Rusia. Traktat
Brest-Litovsk yang ditandatangani pada 3 Maret 1918 antara
pemerintahan baru Bolshevik Rusia Soviet dan Kekuatan
Sentral (Jerman, Austria-Hongaria, Bulgaria, dan Kekaisaran
Utsmaniyah), yang mengakhiri keterlibatan Rusia dalam Perang Dunia I.
Setelah Perang
Dunia I berakhir, Ukraina mengalami perang saudara dengan Rusia.
Ukraina ikut serta dalam hampir seluruh kubu berdasarkan keyakinan politik
mereka. Pada
tahun 1919, selama Perang Saudara Rusia, Uni Soviet mendapatkan kembali wilayah
Ukraina, dan Ukraina menjadi salah satu republik asli dari Uni Republik
Sosialis Soviet (USSR).
Di tahun 1922, Ukraina dan Rusia merupakan negara pendiri dari Uni
Republik Sosialis Soviet, dan juga merupakan pihak yang
menandatangani perjanjian pembubaran Uni Soviet di bulan Desember
1991. Pada tahun 1932-1933, Ukraina mengalami Holodomor yang merupakan
bencana kelaparan terencana yang menyebabkan terbunuhnya 7,5 juta rakyat Ukraina.
Ini menjadi pangkal konflik Rusia-Ukraina. Sejarawan di Kiev, menggambarkan
peristiwa itu sebagai genosida yang diatur pemimpin Uni Soviet, Joseph Stalin.
Ketika itu, ia disebut menghukum warga Kiev karena menentang kolektivisasi
paksa lahan pertanian. Pada tanggal 13 Januari 2010, Pengadilan Kiev
memutuskan Stalin, Kaganovich, Molotov, Kosior, Chubar,
dan fungsionaris Partai Komunis Uni Soviet lainnya bersalah atas pembantaian
terhadap warga Ukraina selama Holodomor.
Setelah pembubaran
Uni Soviet, Ukraina mewarisi hampir 5.000 senjata nuklir atau sekitar sepertiga
dari seluruh senjata nuklir yang dimiliki oleh Soviet dan terbesar ketiga di
dunia pada saat itu. Walaupun Ukraina memiliki kendali
fisik dari senjata, tetapi Ukraina tidak memiliki kendali operasional, karena
senjata tersebut hanya dapat dioperasikan melalui sistem komando dan kendali
dari Rusia. Pada tahun 1992, Ukraina setuju untuk menghancurkan lebih dari
3.000 senjata nuklir taktis. Setelah penandatanganan dari Memorandum Budapest
tentang Jaminan Keamanan antara AS, Britania Raya, dan Rusia, serta
perjanjian serupa dengan Prancis dan China, Ukraina setuju untuk menghancurkan
sisa senjata nuklirnya, dan bergabung dengan Perjanjian Nonproliferasi
Nuklir (NPT).
Selain
itu, beberapa sengketa terjadi di antara dua negara. Salah satu permasalahan
yang melatarbelakangi sengketa tersebut adalah masalah Krimea yang
telah Ukraina kuasai sejak tahun 1954. Hal ini diselesaikan dalam
kesepakatan yang memperbolehkan Krimea menjadi bagian dari Ukraina, tetapi
diberikan status Republik Otonomi. Hubungan Rusia dan Ukraina kembali memanas pada
2013 yang disebabkan oleh kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan
Uni Eropa. Demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow, Presiden Ukraina yang
pro-Rusia, Viktor Yanukovych, menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa.
Penolakan tersebut memicu protes massa hingga Viktor Yanukovych digulingkan
dari jabatannya pada 2014. Penggulingan tersebut direspon Rusia dengan menganeksasi
wilayah Krimea.
Rusia melakukan aneksasi
terhadap Krimea, sebuah semenanjung otonom di Ukraina selatan dengan loyalitas
Rusia yang kuat. Aneksasi ini dilakukan dengan dalih membela kepentingan warga
negara yang berbahasa Rusia. Dalam waktu beberapa hari, Rusia
selesai Menganeksasi Krimea. Aneksasi di Semenanjung Krimea ini mendorong
pecahnya pemberontakan separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk,
tempat pendeklarasian kemerdekaan dari Ukraina. Pemberontakan ini memicu
pertempuran sengit berbulan-bulan. Tercatat, lebih dari 14.000 orang tewas
akibat konflik tersebut.
Pada 2015, Rusia dan
Ukraina melakukan perjanjian damai untuk mengakhiri pertempuran skala besar
dengan ditengahi oleh Prancis dan Jerman. Namun, upaya tersebut gagal mencapai
penyelesaian politik. Gencatan senjata berulang kali dilanggar.
Konflik
Rusia vs Ukraina juga disebabkan oleh keinginan Ukraina untuk bergabung dengan
North Atlantic Treaty Organization (NATO). Hal tersebut memicu ketegangan Rusia
yang melarang Ukraina untuk bergabung dengan NATO. NATO sendiri
didirikan pada tahun 1949 dan telah berkembang ke 30 negara, termasuk
bekas-bekas republik Soviet, yakni Lituania, Estonia dan Latvia.
Namun apakah karena
hanya masalah tersebut Rusia sampai berani menantang negara-negara lain yang
mendukung Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Padahal pada Pada tahun 1994,
Rusia menandatangani perjanjian untuk menghormati kemerdekaan dan kedaulatan
Ukraina yang merdeka. Tapi, tahun lalu Presiden Putin menulis sebuah artikel
panjang yang menggambarkan Rusia dan Ukraina sebagai "satu negara",
dan sekarang dia mengklaim Ukraina modern sepenuhnya diciptakan oleh komunis
Rusia. Dia melihat runtuhnya Uni Soviet pada bulan Desember 1991 sebagai
"disintegrasi sejarah Rusia".
Jika kita melihat dari
sejarah masalalu, Ketika perang dunia 1 dan perang dunia 2, Rusia diserang
negara barat dari Ukraina. Bahkan Napoleon yang saat itu berkuasa menyerang
Rusia melalui Ukraina, demikian juga sebaliknya, Ketika Rusia menyerang negara
barat juga melalui Ukraina. Dari kesimpulan ini kita mengetahui bahwa Ukraina
adalah pintu masuk antara negara barat dan Rusia. Maka dari itu Ukraina adalah
negara kunci yang harus dipegang Rusia untuk menghadang kekuatan negara barat. Rusia
merasa terancam jika sampai Ukraina bergabung dengan NATO dan menempatkan
persenjataannya di Ukraina.
Presiden Putin juga
berpendapat bahwa jika Ukraina bergabung dengan NATO, aliansi itu mungkin
mencoba untuk merebut kembali Krimea. Ukraina adalah kunci penting Rusia,
Ketika perang dingin saat negara Amerika dan negara sekutu menyimpan
rudal-rudal nuklir di Turki, Rusia menyimpan rudal-rudal tersebut di Ukraina
sebagai pertahanan. Seperti yang kita ketahui setelah pembubaran Unisoviet
Ukraina mewarisi rudal-rudal tersebut. Jika bukan karena Ukraina, maka Rusia
telah lama dihancurkan oleh negara-negara barat. Dengan masalah tersebut Rusia
berani mengambil Tindakan untuk menghentikan Ukraina untuk bergabung dengan
NATO dengan mengerahkan pasukan militernya.
Saat
ini Pasukan Rusia telah melancarkan serangan militer ke Ukraina,
atas perintah Presiden Vladimir Putin. Tank dan tentara telah dikerahkan
ke Ukraina di titik-titik di sepanjang perbatasan timur, selatan, dan
utara, dan ledakan terdengar di seluruh negeri. Dalam hal jumlah pasukan dan
senjata, perhitungan secara matematika menunjukkan posisi Ukraina yang cukup
suram. Perkiraan
sebagian besar pakar militer menyebutkan jumlah pasukan Rusia di dekat
perbatasan Rusia dengan Ukraina lebih dari 100.000.
Rusia
juga telah memindahkan beberapa pasukan ke Belarus, yang terletak di utara
Ukraina, untuk melakukan latihan militer. Rusia
memiliki sekitar 280.000 personel tentara dan total angkatan bersenjata
gabungannya mencapai sekitar 900.000. Jumlah tank yang mencapai 2.840 melebihi jumlah
yang dimiliki oleh Ukraina dengan perbandingan tiga banding satu, menurut
Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) yang berbasis di London.
Perdana
Menteri Ukraina mengatakan sebuah dekrit yang baru-baru ini ditandatangani oleh
Presiden Zelenskiyy, yang berpusat pada meningkatkan kapasitas pertahanan
negara, meningkatkan daya tarik dinas militer dan transisi bertahap menuju
tentara professional, akan membawa jumlah angkatan bersenjata Ukraina menjadi
361.000 personel. Meskipun Ukraina melipatgandakan anggaran pertahanannya
secara nyata dari 2010 hingga 2020, total pengeluaran pertahanannya pada 2020
hanya berjumlah $4,3 miliar, atau sepersepuluh dari Rusia. Analis
militer mengatakan pertahanan anti-pesawat dan anti-rudal Ukraina lemah,
membuatnya sangat rentan terhadap serangan Rusia pada infrastruktur kritisnya.
Mereka mengatakan Rusia juga akan berusaha menggunakan keunggulannya dalam
peperangan elektronik untuk melumpuhkan komando dan kendali musuhnya dan
memutuskan komunikasi dengan unit-unit di lapangan.
Rusia yang telah mengambil Tindakan militer tentu telah mengantisipasi kemungkinan terburuknya. Sanksi-sanksi kepada Rusia telah banyak dikeluarkan untuk menghentikkan Rusia dengan membekukan aset-aset yang dimiliki oleh Rusia. Namun akankah Rusia gentar dengan sanksi-sanksi dari negara-negara barat tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa Rusia adalah pemasok utama minyak bumi dan gas alam. Amerika dan negara sekutu sengaja untuk memancing kemarahan Rusia dan mengambil keuntungan dengan cara membekukan semua asset Putin dinegara barat dan melarang Putin untuk berkunjung kesana. Selain sanksi tersebut masih banyak sanksi yang dilakukan negara-negara barat untuk melukai Rusia dan memperlemah perekonomiannya. Mereka saat ini takut, sehingga mereka berusaha untuk menghancurkan Rusia dengan cara-cara lumayan licik. Rusia siap menghadapinya karena jika Ukraina bergabung dengan NATO maka Ukraina akan jadi medan pertempuran yang akan merugikan negara Ukraina sendiri. Putin yang menganggap Ukraina sebagai satu kesatuan dengan Rusia tentu tidak menginginkan hal buruk terjadi pada Ukraina.
Negara-negara barat dan sekutunya beramai-ramai melakukan protes dan kecaman terhadap serangan Rusia tersebut, akan tetatpi mereka bungkam saat Amerika dan sekutunya menyerang Iraq, Afghanistan, Libya, dan lain sebagainya. Warga Israel juga turut berdemonstrasi mengutuk serangan Rusia ini, tapi dia lupa bahwa negara nya sendiri telah membunuh ribuan warga Palestina. Ibarat kata semut disebarang lautan tampak jelas, sedang gajah dipelupuk mata tidak kelihatan.
Semoga kedamaian segara terwujud, karena peperangan pasti akan menimbulkan banyak korban manusia yang tidak bersalah. Kita tidak membenarkan serangan militer terhadap negara lain yang berdaulat, hanya saja kita bisa melihat perbedaan yang sangat mencolok antara Barat dan Timur. Jika barat yang menginvasi negara lain sepertinya itu lumrah dan diperbolehkan, Tapi ketika Rusia yang melakukannya itu baru dianggap suatu kesalahan. Politik dunia memang kejam sekejam minyak goreng yang langka ditanah penghasil minyak sawit terbesar didunia.
Sumber Referensi:
detik.com
guru
gembul Channel
id.wikipedia.org
tribunnews.com
Hutton
Webster PHD, Sejarah Dunia Lengkap
0 komentar:
Posting Komentar