Sebelum nusantara kedatangan bangsa-bangsa penjajah kafir barat dari
Eropa, wilayah kekuasaan Islam di nusantara hampir mencakup seluruh kepulauan
nusantara. Ini terjadi karena ketika itu, peta kekuasaan politik dunia di bawah
kekuatan Islam. Oleh karena Islam merupakan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil’alamin), tidak mengherankan
apabila dalam abad-abad berikutnya, nusantara menjadi target ekspansi wilayah
khilafah Islam yang lebih gencar, khususnya dimasa pemerintahan Islam yang
berpusat di Turki Utsmani.
Sejarah telah mencatat bahwa misi dakwah Islam yang secara khusus ke
tanah Jawa, telah dikirimkan atas perintah Sultan Muhammad I pada tahun 1404 M
yang saat itu menjadi penguasa ke khilafahan Turki Utsmani (1394-1421 M).
Sultan Muhammad I (Muhammad Jalabi) yang dikenal dalam sejarah sebagai pendiri Daulah Utsmaniyah ke-2, dilahirkan pada
781 H/1379 M dan wafat pada 824 H/1421 M. Sultan Muhammad I diangkat menjadi
penguasa pemerintah Utsmani sepeninggal ayahnya, Bayazid I (wafat pada 805
H/1402 M). pada saat memerintah, ia telah ikut terjun dalam 24 pertempuran dan
ditubuhnya ada 40 bekas luka.
Demikianlah, betapa teladannya seorang Sultan Muhammad I sebagai
pemimpin, beliau tidak hanya menyebarkan dakwah Islam, akan tetapi juga
langsung menjadi komandan jihad terdepan dengan memobilisasi umat untuk
kepentingan berperang dijalan Allah. Sifat kepemimpinan Islam ini pula yang
diwarisi oleh Sultan Muhammad Al-Fatih yang memimpin langsung pasukan perang
Islam dalam merebut Konstatinopel. Demikian pula Sultan Fattah, Pati Unus,
Sultan Trenggono, maupun Fatahillah dalam memerangi kaum kafir pribumi maupun
bangsa kafir Eropa di Jawa dan Malaka.
Dari garis silsilah Muhammad Jalabi, lahirlah Sultan Muhammad II
yang kelak menjadi sangat terkenal karena berhasil menaklukkan Konstatinopel
pada 1453 M sehingga bergelar Sultan Muhammad Al-Fatih. Atas kehendak Allah,
dalam waktu yang hampir bersamaan, di tanah Jawa juga telah lahir Sultan Fattah
yang pada tahun 1482 M mendirikan Kerajaan Islam Demak, setelah runtuhnya
Majapahit, lalu diiringi serentetan penaklukkan di tanah Jawa.
Pada awalnya, ketika Majapahit mulai mengalami keruntuhan akibat
perang paregreg (1404-1406 M), para saudagar Gujarat India menyampaikan
perkembangan keadaan di nusantara, khususnya Jawa kepada Sultan Muhammad I di
Turki Utsmani. Diantaranya adalah berita bahwa di pulau Jawa ada dua Kerajaan
Hindu, yaitu Majapahit dan Padjajaran. Sebagian rakyatnya sudah ada yang
beragama Islam akan tetapi masih terbatas pada keluarga pedagang Gujarat dan
Tiongkok yang menikah dengan penduduk pribumi, terutama di kota-kota pelabuhan,
yaitu Gresik, Tuban, dan Jepara.(Adrian Perkasa, Orang-Orang Tionghoa &
Islam di Majapahit)
Setelah khalifah Turki Utsmani, Sultan Muhammad I, mengirimkan surat
kepada para penguasa Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah, maka dikirimlah
tim dakwah berjumlah sembilan ulama dengan berbagai karomah dan keahlian yang
ada pada diri mereka.(H.M. Imam Soenanto, Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan
Islam)
Oleh karena khilafah Islam Turki Utsmani pada awal abad ke-15 telah
menjadi Raja dunia dan mencapai puncak kejayaannya, yang pengaruhnya sampai ke
Eropa, Asia, dan Afrika, maka Sultan Muhammad I mengirim banyak duta penyebar
Islam ke berbagai penjuru dunia, termasuk nusantara. Sedangkan di Asia Tenggara
yang saat itu masa akhir kejayaan Majapahit di bawah Wikromo Wardhono, maka
diutus pula sembilan wali ini ke Jawa.
Jalur perjalanan dari Turki ke Gresik ini dapat diperkirakan melalui
Gujarat di India. Setelah itu singgah di ujung barat pulau Sumatera, tepatnya
di Pasai lalu ke Palembang. Kemudian ke tanah Jawa dengan melalui banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, rembang, Tuban, hingga sampai ke Gresik. Dalam perjalanan ini
para wali mukmin menggunakan kapal layar melewati rute pelayaran dan
perdagangan internasional sebagaimana yang telah lazim pada saat itu.
Tidak ada seorangpun di antara mereka yang berasal dari pribumi Jawa
asli. Sultan Muhammad I memberangkatkan tim
dakwah ke tanah Jawa yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dan
sampai di Gresik tahun 1404 M. Tim dakwah
yang berjumlah sembilan tokoh inilah yang kemudian dapat disebut Wali
Songo angkatan pertama. (Prof. Dr. Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar:
Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa).
Sumber : Buku Wali Songo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa Karya Ustadz Rachmad Abdullah, S.Si, M.Pd
0 komentar:
Posting Komentar