Sebelum membahas tentang peta kekuatan politik di Jawa abad 15,
penting untuk dijelaskan terlebih dahulu tentang keadaan pulau Jawa ada masa
itu. Pulau Jawa dikenal juga dengan tana (tanah)
Jawa atau nusa (pulau) Jawa. Pulau ini sering dianggap sebagai salah satu dari
kepulauan Malaya, yangmembentuk gugusan kepulauan Oriental, yang kemudian
disebut juga dengan kepulauan Asiatik.
Tanah Jawa terbentang ke arah timur laut dan sedikit ke arah
selatan, sejauh 105 derajat 11’ sampai 114 derajat 33’ lintang timur dan
sedikit ke arah selatan. Di daerah selatan dan barat berbatasan dengan samudera
hindia, arah timur laut dibatasi Selat Sunda yang memisahkan dengan Sumatera
dengan jarak ujung hanya 14 mil, dan di arah tenggara dibatasi Selat Bali
selebar 2 mil, yang memisahkan dengan pulau Bali. (Thomas Stamford Raffles,
History of Java)
Di pesisir utara Jawa, terdapat kota-kota pelabuhan penting. Di
antaranya dari ujung barat terdapat banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Di
daerah pesisir utara Jawa bagian tengah terdapat pelabuhan Semarang, Demak, dan
Jepara. Di pesisir pantai utara Jawa bagian timur terdapat pelabuhan di Tuban,
Gresik dan Ampel Dento serta Blambangan.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa peta kekuatan politik
internasional menjelang abad 15 sangatlah berpengaruh diberbagai Negara-negara
dunia di 5 benua. Sebagaimana kekuasaan politik Hindu dan Buddha di India berpengaruh di hampir seluruh
kepulauan nusantara sejak sebelum abad 7 hingga abad 15, demikian pula kekuasaan
politik Islam yang puncaknya di bawah kepemimpinan Khilafah Turki Utsmani
sangat berpengaruh terhadap perkembangan Islam di nusantara secara
besar-besaran, termasuk Jawa pada awal abad 15.
Pada paruh abad 13 di Sumatera Utara atau Aceh, para penguasa telah
menganut Islam. Ada masa ini, hegemoni politik di Jawa Timur masih ditangan
raja-raja Syiwo- Buddha di Singosari dan Kediri, di daerah pedalaman Jawa
bagian timur. Sedangkan saat itu, Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan
telah berdiri. Meskipun demikian, pada masa ini telah ada orang-orang Islam di
Jawa bagian timur sejak akhir abad 11 yang ditunjukkan dengan adanya makam
Fatimah binti Maimun maupun orang-orang Islam di Trowulan sebagaimana
keterangan Ma Huan dan Fei Xin. Hal ini diperkuat pula laporan perkembangan
Islam di Jawa yang di bawa oleh para pedagang sekaligus para pelayar muslim
dari Gujarat kepada Sultan Muhammad I pada awal abad 15.
Di nusantara ada abad 15, kekuatan politik di pulau Sumatera di
antaranya adalah Aceh yang berada di bawah Kerajaan Islam Samudera Pasai. Sedangkan
di Sumatera Selatan, jauh sebelumnya telah berdiri Kerajaan Hindu Syiwo- Buddha
Srivijaya (Sriwijaya) yang berpusat
di Palembang. Menurut catatan hikayat Raja-Raja Pasai, menyebutkan bahwa ketika
Majapahit berkuasa di atas tanah Jawa, Raja yang berkuasa adalah Hayam Wuruk
dengan patihnya bernama Gadjahmada.
Pada abad 15, di Jawa telah berdiri Kerajaan Syiwo- Buddha
Padjajaran di bagian barat dan Kerajaan Syiwo- Buddha Majapahit di bagian
timur. Setelah runtuhnya Kerajaan Syiwo- Buddha Padjajaran dan Majapahit ini,
berdirilah kekuasaan politik Islam di Demak,. Pengaruh kekuasaan Kerajaan Demak
ini sampai di Jawa bagian barat hingga ke Cirebon dan banten, serta di Jawa
bagian timur hingga ke Tuban, Gresik, dan Ampel Dento. Berdirinya Kerajaan
Islam Demak tidak lepas dari peran wali songo angkatan pertama yang perjuangan
mereka dilanjutkan oleh dewan ulama walisongo angkatan berikutnya.
Sebagaimana yang telah diketahui, Islam pertama kali masuk ke tanah
Jawa bukanlah pada masa wali songo pada abad ke-15 saat Syekh Maulana Malik
Ibrahim sampai ke Gresik. Akan tetapi Islam telah masuk ke Jawa pada masa
sebelum itu. Paling tidak, batu nisan pada makam Fatimah Hibatullah binti
Maimun berangka 478 H/1082 M menjadi bukti nyata bahwa masuknya Islam di Jawa
telah terjadi sebelum abad 11 M. ditambah lagi kesaksian Ma Huan dan Fei Xin
tentang keberadaan orang-orang Islam berdarah Arab di Trowulan, Majapahit pada
1407 M, semakin menunjukkan bahwa sebelum kedatangan Syekh Maulana Malik
Ibrahim di Gresik, telah ada orang-orang Islam di Jawa bagian timur.
KERAJAAN SYIWO-
BUDDHA PADJAJARAN DI JAWA BARAT
Pada abad 15 sebelum berdirinya Kesultanan Islam Demak, di Jawa
bagian barat telah berdiri Kerajaan Syiwo Buddha Pakuwan Padjajaran sejak tahun
1030-1579 M. ibukotanya berada di Pakuwan (Bogor). Pendiri Kerajaan Padjajaran
adalah Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Luas wilayahnya saat itu mencapai
wilayah Jawa Barat sekarang, termasuk Tegal dan Banyumas.
Sistem kekuasaan di Kerajaan Padjajaran adalah seperti desentralisasi.
Oleh karenanya, Kerajaan Padjajaran terdiri dari gabungan Kerajaan-Kerajaan
kecil yang memiliki semacam otonomi sendiri. Wilayah Kerajaan Padjajaran
terbagi menjadi 2 wilayah, yaitu pedalaman dan pesisir pantai. Wilayah
pedalaman seperti di Pakuwan yang merupakan pusat kerajaannya, sedangkan di
pesisir pantai seperti daerah banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Pada awal abad 16, jumlah penduduk Pakuwan sekitar 50.000 orang. Dominasi agama mayoritas adalah Syiwo- Buddha. Sedangkan kepercayaan asli orang-orang Sunda adalah animisme, sebagai kaum minoritas. Kerajaan Syiwo- Buddha Padjajaran sebelum itu, wajar jika memiliki pasukan perang sekitar 100.000 orang prajurit sebagai angota pasukan bersenjatanya. (Drs. Edi S. Ekadjati, Fatahillah, Pahlawan Arif Bijaksana)
Sumber : Buku Wali Songo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa Karya Ustadz Rachmad Abdullah, S.Si, M.Pd
0 komentar:
Posting Komentar