KESUSASTERAAN DAN SENI
Agama menginspirasi sebagian besar
kesusasteraan Oriental. Book of the Dead orang Mesir patut dimuliakan di 2000
S.M. Buku ini berupa kumpulan frase Hymne, doa, dan sihir yang dibaca oleh ruh
dalam perjalanannya melampaui tanah makam dan tanah ruh. Seuah bab dari buku
ini biasanya mencakup bagian dalam peti mumi, atau peti mati.
Hal yang jauh lebih menarik adalah
dua epik Babylonia, bagian-bagian dari epik ini telah ditemukan pada
lembaran-lembaran tanah liat diperpustakaan kerajaan Nineveh. Epik penciptaan
(Creation) menceritakan bagaimana dewa Marduk mengatasi seekor naga mengerikan,
simbol kekacauan utama, dan kemudian mewujudkan ketertiban di alam semesta. Dengan
separuh tubuh naga yang mati ia membuat pelindung untuk surge dan memasang
bintang-bintang dipelindung surga ini. Karya terakhirnya adalah penciptaan
manusia agar pelayanan dan penyembahan pada para dewa bisa diwujudkan
selamanya. Epik kedua berisi penjelasan tentang Delude, yang dikirim oleh para
dewa untuk menghukum manusia berdosa. Hujan turun siang dan malam selama enam
hari dan membenamkan seluruh bumi. Semua orang tenggelam kecuali Nabi Nuh,
keluarganya, dan kerabatnya yang naik perahu dengan aman. Naratif kuno ini
begitu menyerupai cerita Injil dalam Genesis bahwa kedua naratif ini pasti
berasal dari sumber yang sama.
Buku-buku suci bangsa Yunani, yang
kita namakan Perjanjian Lama, meliputi hampir setiap jenis kesusasteraan.
Sejarah menyedihkan, cerita menarik, puisi-puisi sangat indah, peribahasa
bijaksana, dan nubuat mulia ditemukan dalam koleksi buku ini. Pengaruh
Perjanjian Lama pada orang-orang Yahudi begitu dalam. Melalui orang-orang
Yahudi, Perjanjian Lama juga berpengaruh pada dunia Kristen selama abad
kesembilan belas. Kita pasti tidak salah menganggap karya ini sebagai
kontribusi tunggal paling penting yang dibuat oleh bangsa atau orang-orang kuno
bagi peradaban.
Kekayaan dan keterampilan orang Mesir tidak dicurahkan dalam pembangunan rumah-rumah pribadi yang mewah atau gedung-gedung publik yang sangat indah. Karya karakteristik arsitektur Mesir berupa makam-makam raja dan kuil-kuil dewa. Bahkan reruntuhan struktur bangunan ini membuat pengamat terkesan pada ukuran yang luar biasa besar, soliditas, dan kemegahan. Seperti piramid, bangunan-bangunan ini tampaknya dibuat untuk selamanya.
Arsitektur bangsa-bangsa
Tigris-Eufrat sangat berbeda dari arsitektur bangsa Mesir, karena mereka
menggunakan batu bata, bukannya batu seperti di Mesir, sebagai material
bangunan utama. Di Babylonia sebagian besar struktur karakteristiknya berupa
kuil. Kuil ini berupa menara persegi empat, dan solid, menjulang tinggi dalam
tingkatan-tingkatan (biasanya tujuh tingkat) hingga ke puncak, dimana dewa kuil
berdiri. Tingkatan-tingkatan yang berbeda dihubungkan dengan jalan naik yang
berputar. Kuil-menara ini pasti telah menjadi obyek yang sangat mencolok mata
di dataran Shinar. Keberadaan kuil-kuil ini memunculkan cerita Yahudi tentang
“Menara Babel” (atau Babylon). Di Assyria sebagian besar struktur
karakteristiknya berupa istana. Batu bata yang dijemur di bawah sinar matahari
digunakan sebagai bahan utama untuk membuat istana, sehingga daya tahannya
tidak sekuat batu.
Contoh struktur pahatan Mesir yang
masih ada terdiri dari relief-relief timbul dan figure-figur yang diukir pada
abut kapur dan granit atau dicetak dengan perunggu. Walau banyak patung ini
terlihat kaku bagi mata kita, patung-patung lainnya terlihat sangat hidup.
Beberapa relief timbul Assyria juga menunjukan perkembangan rasa artistik yang
cukup bagus, terutama dalam representasi binatang.
Lukisan tidak mencapai martabat
sebagai seni independen. Lukisan hanya digunakan untuk tujuan dekoratif. Relief
timbul dan permukaan dinding sering dicat dengan warna cerah. Senian tidak
memiliki pengetahuan tentang perspektif dan menggambar semua figurnya dalam
profil, tanpa perbedaan cahaya dan bayangan. Sungguh, lukisan Oriental, dan
juga pahatan Oriental, memhuat sedikit pretensi pada keindahan. Keindahan dilahirkan
ke dunia dengan seni orang-orang Yunani.
SAINS
Kemajuan mencolok terjadi pada ilmu
eksakta. Manuskrip-manuskrip Mesir sangat kuno berisi masalah-masalah
aritmatika dengan pecahan-pecahan dan juga seluruh angka, dan teori-teori
geometri untuk menghitung kapasitas gudang dan area ladang. Sebuah table
Babylonia menampilkan bentuk-bentuk persegi empat dan kubus yang secara tepat
dihitung dari 1 hingga 60. Angka 12 adalah dasar dari semua perkiraan.
Pembagian lingkaran menjadi derajat, menit, dan detik (360◦,60’,60”) adalah
sebuah alat yang mengilustrasikan sistem duodesimal ini. Erat dan ukuran juga
berkembang pesat di antara orang-orang babylonia.
Langit tak berawan dan tenang, malam hangat di lembah sungai besar memantik munculnya penelitian astronomi. Sebelum 4000 S.M. orang-orang Mesir berhenti memperkirakan waktu dengan bulan-bulan lunar dan telah menciptakan sebuah kalender solar yang terdiri dari dua belas bulan dengan tiga puluh hari setiap bulannya, dengan lima hari tambahan di akhir tahun. Kalender ini diambil alih oleh orang-orang Roma dan kalender ini sampai kepada kita sekarang ini. Orang-orang Babylonia membaut kemajuan yang patut dicatat dibeberapa cabang astronomi. Mereka dapat mengetahui jalur matahari melalui dua belas konstelasi zodiac, dapat memebdakan lima planet, dan dapat memprediksi gerhana matahari dan bulan. Kita tidak tahu alat apa yang digunakan orang-orang babylonia untuk observasi hebat mereka ini.
Seni pertukangan batu muncul di Mesir di akir millennium
keempat S.M. – lebih awal dari tempat lainnya di dunia. Seni pertukangan batu ini segera menghadirkan
piramid agung, struktur batu terbesar yang pernah dibangun dijaman kuno atau
(hingga saat ini) di jaman modern. Orang-orang Mesir juga merupakan orang
pertama yang mempelajari bagaimana membuat bangunan dengan aula luas, yang
atapnya ditopang deretan kolom. Bagian atas yang berisi jendela-jendela,
membuat cahaya bisa masuk ke bagian dalam aula. Kolom, deretan panjang pilar
dan dinding tinggi dengan bagian atasnya dilengkapi jendela-jendela besar,
sebagai penemuan arsitektural, diadopsi oleh ahli bangunan Yunani dan Roma, dan
mereka menurunkannya diabad pertengahan dan Eropa modern. Eropa berhutang pada
orang babylonia dalam membuat kubah bundar dan melengkung, seabgai cara meletakan
dinding atau atap di atas sebuah void (ruang kosong antara lantai bawah dan
lantai atas). Baik di Mesir maupun di Babylonia pemindahan batu-batu besar
dalam membuat monumen menunjukan pengetahuan tentang tuas, puli, dan bidang
miring.
Bangsa-bangsa Oriental melakukan
sebuah kemajuan dalam bidang kedokteran. Perawatan-perawatan medis yang
ditemukan di Mesir membedakan berbagai jenis penyakit dan mencatat
gejala-gejalanya. Para ahli obat menunjukan kesatuan ukuran yang merupakan
hasil ciptaan orang Mesir. Dimasa awal pemerintahan Hammurabi, ada dokter dan
ahli bedah di Babylonia. Seni penyembuhan, namun demikian, selalu banyak
bercampur dengan sihir, seperti halnya astronomi, studi ilmiah tentang surga
yang dikelirukan dengan astrologi.
Sekolah, baik di Mesir dan
Babylonia, digabungkan dengan kuil dan dikelola oleh pendeta. Membaca dan
menulis menjadi mata pelajaran utama. Pendidikan berlangsung selama
bertahun-tahun untuk menguasai simbol-simbol baji (runcing) atau hieroglif yang
lebih sulit. Setelah belajar membaca dan menulis, murid siap memasuki karir
sebagai ahli menulis. Ketika orang ingin mengirim sebuah surat, ia bisa minta
bantuan seorang ahli menulis untuk menuliskan surat, menandainya sendiri dengan
membubuhkan stempelnya. Ketika ia menerima sebuah surat, ia biasanya
mempekerjakan seorang ahli menulis untuk membacakan surat itu. Ahli menulis
juga disibukkan dengan menyalin buku-buku di atas kertas papyrus atau lembaran
tanah liat yang berfungsi sebagai alat tulis. Orang Mesir dan Babylonia memiliki
perpustakaan, biasanya berdampingan dengan kuil dan di bawah kendali pendeta.
Sekolah dan perpustakaan ini tidak
dibuka secara bebas bagi publik. Sesuai aturan, hanya orang-orang yang bisa
bekerja dengan baik yang diterima di sekolah. Orang awam tetap tidak peduli.
Ketidakpedulian mereka mencakup ikatan intelektual mereka dengan masa lalu;
mereka lambat meninggalkan takhayul dan enggan mengadopsi kebiasaan baru bahkan
ketika kebiasaan baru itu jauh lebih baik dari kebiasaan lama. Ketiadaan pendidikan
populer, lebih daripada yang lainnya, cenderung membuat peradaban Oriental
tidak progresif.
0 komentar:
Posting Komentar