Ide-ide agama Oriental, lebih
daripada hukum dan moralitas,berasal dari keyakinan-keyakinan yang muncul di
jaman prasejarah. Dimana saja persembahan pada alam lebih unggul. Surge, bumi
dan samudera dan matahari, bulan, dan bintang semuanya dianggap sebagai
keilahian diri mereka sendiri atau sebagai tempat tinggal keilahian. Matahari
menjadi objek yang dipuja secara khusus. Kita mendapati dewa matahari, di bawah
beberapa nama berbeda, diseluruh Oriental.
Orang-orang Mesir, yang sangat
konservatif dalam masalah agama, selalu mempertahankan persembahan binatang
yang dulu dilakukan oleh leluhur barbar mereka. Beberapa dewa diwakili dalam
monumen-monumen yang sebagian dalam bentuk binatang; ada dewa yang memiliki
kepala Baboon, dewa lainnya yang memiliki kepala singa betina, yang lainnya
memiliki kepala kucing. Binatang-binatang seperti serigala, sapi, biri-biri
jantan, elang dan buaya juga juga mendapat penghormatan tertinggi, namun lebih
sedikit digunakan seabgai symbol dewa-dewa yang berbeda.
Di
Babylonia dan Assyria sebuah keyakinan tentang eksistensi spirit jahat
membentuk ciri utama agama. Orang-orang menganggap diri mereka secara
terus-menerus dikelilingi oleh setan-setan, yang menyebabkan kegilaan,
penyakit, kecelakaan, dan kematian-semua penyakit manusia.
Untuk
menghadapi musuh-musuh spiritual ini, orang-orang Bagylonia menggunakan sihir.
Ia membuat citra berupa dewa pelindung di pintu masuk rumahnya dan menggunakan
mantra pada dirinya. Jika ia jatuh sakit, ia memanggil seorang penyihir untuk
membacakan mantera yang akan mengusir setan keluar dari dalam tubuhnya.
Orang-orang
Babylonia memiliki banyak cara dalam memprediksi masa depan. Para peramal
meramalkan dari mimpi dan dari banyak peran. Tanda-tanda tentang kemakmuran dan
penderitaan juga diperoleh dari tampilan isi perut binatang yang disemelih
untuk kurban. Untuk tujuan ini hati domba sering digunakan. Ramalan melalui
hati binatang dipelajari selama berabad-abad di sekolah-sekolah kuil di
Babylonia. Praktik semacam ini kemudian menyebar ke Yunani dan Roma.
Astrologi mendapat banyak perhatian di babylonia. Lima planet, demikian juga komet dan gerhana, dianggap memiliki pengaruh untuk kebaikan atau kejahatan pada kehidupan manusia. Astrologi Babylonia menyebar hingga ke wilayah barat dan menjadi populer di sebagian besar wilayah Eropa. Ketika kita menyebut nama-nama hari seperti Saturday (sabtu), Sunday (minggu), dan Monday (senin), kita tanpa sadar adalah astrolog, karena menurut keyakinan kuno hari pertama milik planet Saturn (saturnus), hari kedua milik sun (matahari), dan hari ketiga milik moon (bulan). Orang-orang yang mencoba membaca nasib mereka pada bintang-bintang sebenarnya sedang mempraktikan sebuah seni yang berasal dari Babylonia.
Di
tengah-tengah begitu banyak kedewaan alam, binatang suci dan spirit jahat,
sungguh mengagumkan bahwa keyakinan pada satu tuhan mulai muncul. Dan beberapa
pemikir Mesir mencapai ide keilahian utama tunggal. Salah satu Firaun Mesir,
Amenhotep IV (sekitar 1375-1358 S.M.), yang melihat matahari sebagai sumber
utama semua kehidupan di bumi, memerintahkan semua rakyatnya untuk menyembah
matahari. Nama-nama dewa lainnya dihapus dari monumen-monumen, gambar-gambar
mereka dihancurkan, kuil-kuil mereka ditutup, dan pendeta-pendeta mereka
diusir. Tidak ada keyakinan begitu tinggi semacam ini yang pernah ada
sebelumnya, tetapi ini terlalu abstrak dan impersonal untuk menjadi populer.
Setelah kematian raja, keilahian lama dikembalikan ke tempat terhormat.
Orang-orang Medes dan Persia menerima ajaran agama Zoroaster, seorang nabi besar yang kehidupannya sangat beragam antara 1000 dan 700 S.M. Menurut Zoroaster, Ahuramazda, dewa surge, adalah pembuat dan penegak alam semesta ini. Ia adalah dewa cahaya dan keteraturan, dewa kebenaran dan kemurnian. Lawan dari dewa Ahuramazda adaah Ahriman, personifikasi dari kegelapan dan kejahatan. Kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan ini terlibat dalam perselisihan abadi. Manusia, yang melakukan kebaikan dan menghindari keburukan, yang mencintai kebenaran dan membenci kepalsuan, bisa membantu kebaikan menang atas kejahatan. Pada akhirnya Ahuramazda akan mengalahkan Ahriman dan akan berkuasa atas dunia yang baik. Zoroastrianisme adalah satu-satunya agama monotheis yang dikembangkan oleh orang-orang Indo-Eropa. Agama ini masih berrtahan hidup dibeberapa bagian Persia, walaupun Negara ini sekarang utamanya menganut agama Islam, dan juga di antara orang-orang Parsae (Persia) di Bombay, India.
Orang-orang
Yahudi, bangsa Semit, juga mengembangkan sebuah agama monotheis. Perjanjian
lama menunjukan bagaimana agama ini muncul. Jehovah pada mulanya dianggap oleh
orang-orang Yahudi seabgai tuhan bangsa mereka sendiri; mereka tidak membantah
keberadaan tuhan-tuhan milik bangsa lain, walaupun orang-orang Yahudi menolak
untuk menyembahnya. Para Nabi, dari abad kedelapan belas dan seterusnya, mulai
mengubah konsepsi terbatas dan sempit ini. Bagi orang-orang Yahudi, Jehovah
adalah tuhan bagi seluruh dunia, Bapa semua umat manusia. Setelah orang-orang
Yahudi kembali ke Palestina dari tahanan di Babylonia, keyakinan para Nabi yang
menyublim secara perlahan menyebar ke seluruh bangsa, memuncak dalam doktrin
Jesus bahwa Tuhan adalah sebuah spirit dan bahwa mereka yang menyembah Jesus
harus menyembah dalam spirit dan dalam kebenaran. Doktrin Tuhan Kristen secara
langsung tumbuh dari monotheisme Yahudi.
Orang-orang Mesir dan juga bangsa-bangsa kuno lainnya percaya bahwa manusia memiliki jiwa yang tetap hidup dari tubuh yang sudah mati. Namun demikian, mereka menganggap perlu untuk melindungi tubuh dari kehancuran, sehingga tubuh tetap ada hingga akhir jaman. Karena itulah muncul praktik-praktik pembalseman. Mayat yang dibalsem (mumi) kemudian diletakkan di dalam makam, yang orang-orang Mesir sebut sebagai “rumah abadi.” Pikiran orang Mesir mewakili masa datang sebagai tempat penghargaan dan hukuman, dimana, seperti yang telah kita pelajari, ruh mengalami siksaan dari pengadilan terakhir. Karena manusia hidup dalam kehidupan ini, maka ia juga akan hidup di kehidupan berikutnya. Orang-orang Babylonia beranggapan bahwa setelah kematian ruh manusia, baik atau buruk, melewati eksistensi tanpa keceriaan di neraka yang muram. Ide orang-orang Yahudi awal tentang Sheol, “tanah kegelapan dan bayangan kematian,” sangat mirip dengan ide orang-orang Babylonia. Pemikiran tentang kehidupan masa datang tidak meninggalkan apa-apa bagi rasa takut atau harapan. Orang-orang Yahudi percaya dengan kebangkitan orang mati dan pengadilan terakhir, gambaran yang diambil oleh orang-orang Kristen.
0 komentar:
Posting Komentar