Tidak
ada yang namanya demokrasi pernah eksis di Oriental Kuno. Masyarakat umum tidak
pernah berbagi dalam pemerintahan sebagai pemilik suara dan pembuatan hukum;
mereka hanya mengenal aturan monarki. Raja, terutama di Mesir, di anggap
sebagai perwakilan dewa di bumi. Bahkan selama masa hidup firaun, kuil-kul
dibangun untuk firaun dan persembahan diberikan untuk firaun yang mulia.
Keyakinan dalam keilahian raja sampai pada kesimpulan bahwa raja (firaun)
pantas mendapatkan kepatuhan yang tidak perlu diragukan lagi dari
subyek-subyeknya. Karena itu raja adalah seorang otokrat yang menjalankan
otoritasnya secara absolut dan tanpa tanggung jawab. Ia mempunyai banyak tugas.
Ia adalah seorang hakim, komandan, dan pendeta tinggi. Dalam masa perang, ia
memimpin pasukannya dan menghadapi bahaya medan pertempuran. Selama masa damai,
ia sibuk dengan pengorbanan, berdoa, dan prosesi, yang tidak bisa dihilangkan
tanpa membangkitkan kemarahan para dewa. Ia menemui punggawa secara teratur,
mendengarkan keluhan, menyelesaikan perselisihan, dan mengeluarkan perintah.
Seorang monarki teliti dan hati-hati, seperti Hammurabi, yang mendekripsikan
dirinya sebagai “seorang ayah sejati bagi rakyatnya,” pasti menjadi orang yang
sangat sibuk.
Monarki
Oriental selalu mempertahankan istana yang mewah. Kemewahan Ramses II, Solomon,
Sennacherib, Nebuchadnezzar, memesonakan jaman mereka. Kemewahan kerajaan
mencapai puncaknya dengan Raja Agung Persia. Ia tinggal di istana yang sangat
mewah. Ketika ia menemui para bangsawan, ia duduk di tahta yang terbuat dari
emas dan gading. Ketika ia melakukan perjalanan, bahkan pada ekspedisi militer,
ia membawa serta furniture yang sangat mahal, alat makan dari emas dan perak,
dan jubah-jubah yang cantik. Disekelilingnya ada ratusan pelayan, pengawal, dan
para pejabat. Setiap orang yang mendekatinya harus bersujud. “Apapun yang ia
perintahkan, mereka harus melakukannya. Jika ia menginginkan mereka berperang,
satu melawan yang lainnya, mereka akan melakukannya; jika ia mengirim mereka
untuk melawan musuh-musuhnya, mereka pasti pergi, dan meruntuhkan banyak orang
Yahudi. Semua cerita ini bisa dilihat dalam Perjanjian Lama.
Tidak
lebih awal daripada runtuhnya Assyria, kita mendapati sebuah bangsa baru dan hebat
menekan masuk ke Asia Barat. Mereka adalah bangsa Persia, yang merupakan
kerabat dekat bangsa Medes, dan berbicara bahasa Indo-Eropa. Penguasa Persia
hebat yang dikenal dalam sejarah adalah Cyrus Agung (553-529 S.M.) yang
menyatukan Persia dan Medes di bawah kekuasaanya dan kemudian menaklukan
kerajaan Lydia di Asia Kecil. Ia juga menaklukan Babylonia. Orang-orang buangan
Yahudi di sana sekarang diijinkan Kembali ke tanah kelahiran mereka. Anak Cyrus
Agung , Cambyses, menguasai Mesir. Pengganti Cambyses, Darius Agung (521-485
S.M.), memasukan India Barat Laut ke dalam kekuasaan Persia, bersama dengan
beberapa wilayah di Eropa. Sekarang tanpa alasan Darius mendeskripsikan dirinya
dalam sebuah inskripsi sebagai “Raja Agung, raja dari para raja, raja dari banyak
Negara, raja semua manusia.”
Kekaisaran
Persia memperluas kekuasaannya yang sangat luas. Atas wilayah timur dan barat
jaraknya hampir tiga ribu mil’ atau lebih daripada jarak antara New York dan
San Fransisco. Jarak antara batas utara dan selatan sangat jauh. Dengan
pengecualian Arabia, yang Persia tidak ingin taklukan, Timur Dekat dari Indus
hingga ke Danube dan Nil berhasil dikuasai Raja Agung.
Darius
berhasil mewujudkan pemerintahan yang stabil sehingga mampu melakukan banyak
penaklukan. Masalah menjadi sulit karena Persia telah menaklukan banyak bangsa
dengan ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama berbeda. Darius tidak berusaha
menyatukan mereka menjadi satu kesatuan. Selama Negara-negara jajahannya membayar upeti dan menyediakan tentara,
mereka diijinkan mengatur urusan mereka sendiri dengan sedikit campur tangan.
Seluruh kekaisaran, kecuali Persia, dibagi menjadi sekitar dua puluh propinsi,
masing-masing dengan gubernur yang bertugas mengumpulkan pajak dan mengepalai
angkatan bersenjata propinsi. Darius juga membentuk agen-agen khusus yang
bertugas melakukan perjalan ke seluruh kekaisaran dan menginvestigasi tindakan
para pejabat kerajaan. Sebagai cara lebih lanjut untuk mempertahankan
kekuasaanya, Darius membangun jalan-jalan militer untuk mengerahkan pasukan dan
perbekalannya. Jalan kerajaan dari Susa, ibukota Persia, ke Sardin di Lydia
panjangnya kira-kira enam ratus mil;
tetapi para kurir pemerintah, dengan menggunakan estafet kuda-kuda baru,
bisa menempuh jarak tersebut dalam seminggu.
Sungguh menarik melihat bahwa jalur kereta api saat ini dari Konstatinopel
hingga Baghdad sebagian besar menggunakan jalur kuno ini.
Sejarah
Oriental bisa dilacak dari masa awalnya sekitar 500 S.M. kita telah melihat
bagaimana masyarakat-masyarakat beradab paling awal muncul di lembah Nil dan
lembah Tigris-Eufrat; bagaimana pembentukan kekaisaran dimulai; dan bagaimana
akhirnya di seluruh Timur Dekat bersatu dalam kekaisaran Persia. Usaha
unifikasi hanya bisa dicapai dengan cara yang sangat mengerikan.
Catatan-catatan tentang Mesir, Assyria, dan Persia, belum lagi Negara-negara
kecil, pegunungan, dinding dan menara. Mereka membunuh dan dibunuh, dan tidak
melanggar perintah raja.
Kelas
aristokrat atau bangsawan meliputi para pemilik tanah luas, pedagang kaya, dan bankir,
dan terutama para pejabat tinggi pemerintahan. Orang-orang ini sering sangat
kuat. Jika raja gagal menjaga hubungan baik dengan mereka, mereka mungkin kapan
saja akan memberontak dan menurunkan raja dari tahta. Sejarah Oriental menghubungkan banyak
pemberontakan melawan monarki yang berkuasa.
Kelas
pendeta juga mempunyai banyak pengaruh. Pendeta melakukan persembahan kuil dan
bertindak sebagai perantara antara manusia dan para dewa. Mereka ini seperti
cendikiawan yang mengumpulkan tradisi dan legenda kuno dan menyimpannya dalam
bentuk tulisan; ilmuwan, yang menginvestigasi rahasia alam; dan guru di
sekolah-sekolah yang berhubungan dengan kuil; kependetaan mengumpulkan banyak
properti, terutama di Mesir, dimana sekitar sepertiga tanah yang bisa ditanami
berada di bawah kendali mereka.
Kelas
menengah meliputi pemilik toko besar dan orang-orang profesional seperti dokter, notaris, dan ahli taurat.
Walau dianggap inferior, masih ada kesempatan agi mereka untuk naik derajat di
dunia. Jika mereka menjadi kaya, mereka berharap bisa memasuki kependetaan atau bahkan ranking
kebangsawanan yang tinggi.
Tidak
ada harapan bagi buruh harian. Ia hanya hidup dalam kemiskinan dan terus
bekerja keras tanpa akhir. Para tukang batu dan tukang kayu mendapat upah yang
jarang cukup untuk makan bagi dirinya dan keluarganya; sementara petani,
setelah membayar sewa dan pajak yang mahal, hanya memiliki upah sekedarnya
untuk menyambung hidup.
Budak
menempati bagian dasar dari piramida sosial. Setiap orang Oriental memiliki
budak. Pada awalnya, mereka adalah tawanan perang yang bukannya dibunuh,
dipaksa bekerja untuk majikannya. Para penguasa Oriental melakukan ekspedisi
militer dengan tujuan mengumpulkan banyak budak “seperti pasir,” kata seorang
penulis kuno. Orang-orang yang tidak mampu membayar hutang sering kehilangan
kebebasan mereka. Para penjahat kadang-kadang juga dipaksa bekerja sebagai
budak. Perlakuan terhadap budak tergantung pada karakter majikan mereka.
Majikan yang kejam dan sombong mungkin menjadikan kehidupan sebagai beban bagi
para budak. Budak mempunyai banyak pekerjaan. Mereka memperbaiki tanggul,
menggali saluran irigasi, membangun kuil dan istana, bekerja di pertambangan,
bekerja sebagai pendayung di kapal, dan terlibat banyak pekerjaan rumah tangga.
Di Babylonia dan Assyria, dimana kelas budak jauh lebih banyak daripada di
Mesir, seluruh struktur kemasyarakatan bergantung pada budak.
0 komentar:
Posting Komentar