ASAL USUL TANG NUNGGAL
Siapa sebenarnya Tang Nunggal itu? Ia adalah seorang laki-laki yang giginya seperti gigi “labi-labi” (tunggal). Ia ditemukan oleh Ratu Muda (Ratu Sepudak) Sambas pada tahun 1296 ketika Ratu berziarah ke Pulau Lemukutan dan Pulau Kabung beberapa tahun berselang sejak peristiwa Sambas diserang Majapahit.
Diceritakan bahwa asal mula nama Pulau Lemukutan adalah berasal dari nama Lay Muk Tan. Seorang pelaut Cina yang gagah berani dan perkasa, yang dipercayakan oleh Raja Cina untuk mengawal dan menjaga puterinya yang sedang menderita penyakit Po Lay Kho (lepra), suatu penyakit yang memang ditakuti pada masa itu. Putri Cina ini sedang menjalani pengobatan yang dilakukan di sebuah Pulau yang tidak berpenghuni. Pulau inilah yang nantinya dinamakan Pulau Lemukutan. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa pulau ini selalu ditanam padi tapi selalu tidak subur dan tidak bisa menjadi beras (gagal panen) sehingga hancur menjadi “mukut”, maka dari itu pulau ini disebut Pulau Lemukutan.
Dari Pulau inilah Lay Muk Tan melaporkan kepada Baginda Raja bahwa di pulau tempat ia tinggal ada bunyi suara bayi jika menjelang malam hari, tepatnya dirumpun bambu pulau tersebut. Bersama pengiringnya Ratu Muda (Ratu Sepudak) berangkat menuju pulau tersebut. Setelah sampai di pulau tersebut maka diambillah bambu (aor tongsan) itu yang diduga ada makhluk didalamnya. Bambu itu dibawa pulang oleh Ratu. Setelah dibelah di Istana, keluarlah seorang bayi laki-laki mungil yang hanya memiliki gigi satu. Sejak itulah ia diberi nama Tang nunggal, yang artinya gigi satu (tunggal) seperti gigi “labi-labi”. Ia diasuh bersama Putera Ratu dengan kasih sayang pula. Hingga dewasa Tang Nunggal tetap memiliki postur tubuh yang tegap dan mengagumkan.
Asal kata Tang Nunggal berasal dari bahasa Sambas, yaitu : “tang” berarti hanya dan “nunggal” berarti tunggal/satu.
TANG NUNGGAL MENJADI RAJA
Kisah ini dimulai sekitar tahun 1342, ketika Raja Sambas meninggal dunia (wafat). Tentang siapa yang menggantikan sudah ditentukan yaitu sesuai dengan adat istiadat didaerah Sambas adalah Putra Mahkota Artaqhan . Tang Nunggal yang merasa dirinya lebih kuat, menganggap ia lebih berhak menjadi raja karena selama itu ia yang selalu mendapat tugas dari alamarhum Raja.
Tang Nunggal yang melihat ada peluang kesempatan untuk merebut Tahta kerajaan berusaha keras untuk mencari perhatian di depan masyarakat. Untuk Petinggi Negri ia memberikan upeti agar mendukung dirinya menjadi raja. Bagi rakyat yang merasa tidak setuju mereka diintimidasi dan ditindas. Alhasil Tang Nunggal pun mengangkat dirinya sendiri menjadi Raja Sambas dengan mengadakan pesta perayaan selama 40 hari 40 malam. Putera Mahkota Artaqhan mengalah kepada Tang Nunggal, karena khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kerajaan jika keinginan Tang Nunggal dihalangi. Meskipun ia mengalah Putera, Mahkota Artaqhan menyusun strategi sambil menunggu kesempatan untuk menguasai Istana dengan persetujuan para Hulubalang dan pengawal yang masih setia. Beliau mengungsi dibukit Piantus daerah Sejangkung disebuah gua.
Ketika Tang Nunggal menjadi Raja pemerintahan dijalankan dengan kekerasan. Banyak perempuan yang dijadikan istrinya tetapi selalu meninggal tanpa meninggalkan anak dan banyak pula orang tua yang menyembunyikan anak gadisnya karena takut dijadikan isteri oleh Tang Nunggal. Isteri terakhir Tang Nunggal yang dikaruniai anak berasal dari daerah Sebedang. Anak tersebut diberi nama Bujang Nadi untuk yang laki-laki dan Dare Nandung untuk yang perempuan.
Dalam masa pemerintahan Tang Nunggal rakyat merasa resah oleh tingkah lakunya yang aneh-aneh. Misalnya jika dia ingin menjala ikan tempatnya berpijak adalah kepala manusia yang berendam di air dan tidak boleh bergerak meskipun dinginnya air sampai ketulang sumsum. Bila ingin menurunkan/ngulur perahu yang menjadi pendorongnya adalah perempuan yang sedang hamil tua. Kalau ada yang berzinah keduanya disuruh menumbuk padi sampai menjadi beras dengan tidak berpakaian dan dipertontonkan kepada orang banyak. Jika ketahuan meminum minuman keras atau mabuk-mabukan maka orang tersebut direndam didalam tong yang berisi arak kemudian dipanaskan sampai mati.
TANG NUNGGAL MENGUBUR ANAKNYA SENDIRI
Peraturan yang dijalankan oleh Tang Nunggal tetap keras walaupun terhadap anak kandungnya sendiri. Hal ini terbukti dari peristiwa buruk yang dialami oleh anaknya yaitu Bujang Nadi dan Dare Nandung. Memang kedua kakak beradik ini dianugerahi wajah yang indah menawan, sehingga masing-masing telah menyatakan bahwa si kakak tidak akan kawin apabila orang tidak seperti adiknya begitu pula si adik tidak akan bersuami, kalau suaminya itu tidak seperti kakaknya sendiri. Pernyataan mereka ini didengar oleh Hulu Balang Raja dan dilaporkan kepada ayahnya, Tang Nunggal. Tang Nunggal menjadi sangat berang ketika mengetahui perbuatan anaknya yang dikiranya telah berbuat kurang baik, sehingga seketika itu juga Tang Nunggal memerintahkan agar anaknya ditangkap.
Walaupun dibujuk dengan ratap tangis dan dengan permohonan yang berhiba dari sang anak, dan denagn pengakuan bahwa mereka tidak pernah melakukan perbuatan keji seperti apa yang dituduhkan, Tang Nunggal tetap pada pendirian dan keputusannya bahwa anaknya telah berdosa dan mereka harus dihukum. Hukuman itu adalah agar mereka dikubur hidup-hidup. Kemudian Tang Nunggal memberikan perintah kepada orang- orang agar menggali sebuah lubang ditempat yang agak tinggi agar anaknya nanti tidak terendam oleh air. Maka digalilah sebuah lubang yang agak dalam, yaitu di sebuah bukit bernama Sibadang. Disanalah kedua kakak beradik itu dikubur hidup-hidup, dengan dibekali barang-barang, makanan, alat-alat tenun yang terbuat dari emas milik Dare Nandung dan ayam jantan milik Bujang Nadi. Sampai sekarang bukit tersebut dinamakan Dare Nandung atau gunung Sibadang dan dijadikan sebagai salah satu objek wisata di Sambas.
Di zaman Belanda dan Jepang pernah dicoba untuk menggali tempat kedua anak itu dikubur untuk mengambil barang-barang alat tenun yang terbuat dari emas, tetapi baru sekali dua cangkul, tanah yang digali itu tertutup seakan-akan tidak memberi kesempatan kepada manusia untuk mengambilnya. Dan kadang-kadang orang mendengar suara kokok ayam yang berderai-derai dari dalam bukit atau bunyi “gemerentung” alat tenun pada malam hari. Seakan memberi tanda tanya kepada penduduk setempat, benarkah ayam yang berkokok itu kepunyaan Bujang Nadi dan “gemerentung” bunyi alat tenun itu kepunyaan Dare Nandung?
Konon setelah mengubur anaknya hidup-hidup Tang Nunggal merasa menyesal, ia banyak termenung dan selalu “nyap-nyap”, tidak karuan serta selalu “ngangat”, cepat marah.
TANG NUNGGAL MULAI SUKA MINUM DARAH
Pada suatu ketika isterinya mulai ngidam lagi, yaitu anaknya yang ketiga setelah Bujang Nadi dan Dare Nandung, ia ingin memakan rujak dari buah asam bacang. Ketika sedang mengiris asam bacang tersebut, Tang Nunggal yang sedang marah memangggil istrinya. Karena terburu- buru secara tidak sengaja sang isteri memotong ujung jari kirinya beserta kukunya, sehingga darahpun masuk ke asam bacang tadi.
Sambil marah- marah karena sang isteri yang dipanggil belum muncul juga Tang Nunggal mendekati isterinya yang sedang membuat rujak di dapur. Ia merasa tertarik untuk mencoba rujak yang dibuat isterinya dan ikut makan rujak dengan lahapnya sambil berteriak “nyama-nyaman” sambil tertawa terbahak-bahak. Marahnya pun hilang, sore harinya ia minta dibuatkan rujak lagi dengan alasan agar marahnya hilang, namun sepanjang malam marahnya tidak kunjung reda karena rujak yang dibuat tidak menggunakan darah manusia. Keesokan harinya sang isteri membuatkan rujak untuk Tang Nunggal, tentunya dengan darah luka bekas mengiris kemarin. Sang isteri pun merasa sedih, karena Tang Nunggal sudah mulai makan darah manusia, dasar hantu laut, celetuk isterinya.
Berkali-kali Tang Nunggal minta dibuatkan rujak tersebut, tentunya disertai dengan darah manusia. Tang Nunggal sudah mulai menghisap darah dari giginya yang mulai tumbuh semakin panjang, yaitu pada bagian taringnya. Matanya mulai merah bagaikan biji saga. Hal ini pun diketahui oleh penjaga istana dan dayang pengasuh. Setelah darah isterinya kemudian berlanjut ke darah dayang-dayang. Satu demi satu dayangnya mati kehabisan darah. Menteri serta para pengawal istana berkeluh kesah. Hal ini masih dirahasikan karena permaisuri masih dalam keadaan mengandung.
Beberapa orang isterinya menyarankan ia untuk berhenti minum darah, tetapi Tang Nunggal menegaskan bahwa hal itu ia lakukan agar ia tidak cepat marah. Sang isteripun merasa sedih, ia raja yang kejam, mengubur anaknya hidup-hidup dan kini menghisap darah manusia. Dengan kesedihan itu genaplah usia mengandung sang permaisuri selama sembilan sepuluh hari, maka lahirlah sang bayi yang diberi nama Tok Kulub dan ibunya meninggal.
TANG NUNGGAL DISINGKIRKAN DAN DI BUNUH
Betapapun merajalelanya kezaliman pasti mempunyai batas, kekuasaan yang tak manusiawi pasti akan berakhir dan hancur. Secara diam-diam para Menteri memperhatikan gerak- gerik Tang Nunggal serta mencari kelemahan-kelemahan yang ia miliki. Akhirnya mereka menemukan titik lemah yang ada pada dirinya. Ketika ia menghidap penyakit bengkak pada kaki (gane/untut), ia tidak bisa berjalan dan hanya berbaring di tempat pembaringan. Kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh para Menteri untuk menumbangkannya.
Mereka sepakat bahwa Tang Nunggal harus dibunuh. Para menteri juga mendapat bantuan dari Hulu Balang Raja. Salah satu dari ke empat Menteri yang sanggup menyingkirkan Tang Nunggal adalah Datok Galah. Mereka menyampaikan sebuah berita kepada Tang Nunggal bahwa negri Sambas telah diserang musuh dan pertempuran sedang berkecamuk, banyak penduduk Sambas yang terbunuh dan kemungkinan besar Sambas akan mengalami kekalahan total. Demikianlah laporan dari para Menteri yang merupakan siasat belaka.
Setelah mendengar berita tersebut Tang Nunggal menjadi bingung. Ia memerintahkan agar dirinya dibawa jauh-jauh dari Keraton. Dengan tidak menyia- nyiakan kesempatan, keempat menteri ini menyiapkan sebuah perahu serta sebuah keranda yang terbuat dari kayu besi dimana Tang Nunggal dimasukkan kedalamnya dan ditutup rapat dengan alasan agar tidak kelihatan oleh musuh. Didalam perahu itu disediakan beberapa buah tempurung kelapa yang ditelungkupkan dan diberi air agar terdengar bunyi yang keras saat perahu sedang berjalan nanti.
Ketika diperjalanan sekali-kali terdengar suara atau bunyi tempurung yang mereka telungkupkan itu. Tang Nunggal selalu bertanya, suara apakah gerangan wahai para Menteri? Menteri pun menjawab, itulah suara meriam musuh yang sedang menghampiri Keraton. Tang Nunggal pun memerintahkan agar berdayung lebih cepat dan bila sampai ke tempat tujuan dirinya ditinggalkan saja. Setibanya di sebuah sungai kecil, yaitu Kuala Sabung, keranda Tang Nunggal kemudian dijatuhkan kedalam air yang setengah kering dengan kayu penahan disebelah kiri kanannya agar apabila air pasang keranda tersebut tidak goyang lagi. Demikianlah akhir hidup Tang Nunggal. Ia mati lemas didalam peti pada sekitar tahun 1345.
Kisah ini merupakan kisah yang bercampur antara sejarah dan dongeng yang berasal dari daerah sambas, yang jelas dalam setiap cerita legenda di nusantara ini pasti ada hikmah yang dapat kita ambil sebagai pelajaran.
Argha Sena
Sumber buku Sejarah Kesultanan Sambas Penerbit Dinas Pariwisata Kab. Sambas
0 komentar:
Posting Komentar